KECEROBOHAN WAHABI DALAM MENGHUKUMI ORANG TUA NABI
Akhir-akhir ini, kasus kedua orang tua Nabi Muhammad saw .masuk neraka mulai mencuat kembali ke permukaan dan mulai diramaikan kembali oleh segelintir orang yang mengaku pengikut manhaj salaf. Mereka dengan semangat dan bahkan merasa lezat dengan membicarakan kedua orangtua Nabi Saw masuk neraka di mimbar-mimbar mereka, majlis ta’lim, masjid, perkumpulan dan bahkan menyebarkannya melalui lembaran-lembaran atau buletin dan internet ke khalayak umum tanpa mau melihat perbedaan ulama tentang persoalan ini dan bahkan tanpa memperhatikan adab dengan baginda nabi Muhammad Saw.
Persoalan ini sebenarnya hanyalah persoalan ijtihadiyyah bukan persoalan I’tiqadiyyah yang menyebabkan kafirnya atau bid’ahnya orang yang bertentangan. Dan tidak akan menjadi salah satu pertanyaan yang harus di jawab dalam kuburan.
Sejak dahulu, memang telah terjadi perbedaan pendapat di antara para Ulama. Ada yang berpendapat kedua orangtua Nabi masuk neraka, ada yang berpendapat sebaliknya yaitu kedua orangtua Nabi Saw masuk surga dan ada juga yang memilih diam tidak mau berkomentar atas persoalan ‘Khathar’ ini. Namun di antara mereka hanyalah sekedar berijtihad dan berpendapat tanpa adanya saling membid’ahkan dan mengkafirkan yang bertentangan. Setelah itu mereka lepas dan tak ada yang berani membicarakannya lagi.
Namun kita lihat sekarang, begitu beraninya segilintir manusia yang mengaku pengikut manhaj salaf, mempersoalkan kasus ini lagi, meramaikan kasus ini lagi dan menetapkan bahwa pendapat merekalah yang paling benar tanpa memandang hujjah-hujjah ulama yang berbeda pendapat.
Kontradiksi diantara para Ulama bermuara dari hadits shohih riwayat Muslim berikut:
صحيح مسلم - (ج 2 / ص 122)
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِى قَالَ « فِى النَّارِ ». فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ « إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ ».
Artinya: Dari Anas, sesungguhnya seorang laki-laki berkata: ya Rosulalloh, dimanakan ayahku? Nabi menjawab; ‘dineraka’. Pada saat ia hendak pulang, Rosul memanggil seraya berkata: sesungguhnya Abiy dan ayahmu dineraka. (HR. Muslim)
Berdasaarkan hadits diatas, imam Nawawi memberikan komentar:
شرح النووي على مسلم - (ج 3 / ص 80)
فِيهِ : أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْكُفْر فَهُوَ فِي النَّار ، وَلَا تَنْفَعهُ قَرَابَة الْمُقَرَّبِينَ ، وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَة عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْعَرَب مِنْ عِبَادَة الْأَوْثَان فَهُوَ مِنْ أَهْل النَّار ، وَلَيْسَ هَذَا مُؤَاخَذَة قَبْل بُلُوغ الدَّعْوَة ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ كَانَتْ قَدْ بَلَغَتْهُمْ دَعْوَة إِبْرَاهِيم وَغَيْره مِنْ الْأَنْبِيَاء صَلَوَات اللَّه تَعَالَى وَسَلَامه عَلَيْهِمْ .
Artinya: Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi. (Syarh Nawawi ala al-Muslim: III, 80)
Pernyataan imam Nawawi diatas oleh mereka yang mengaku sebagai pengikut manhaj salaf diklaim, bahwa imam Nawawi berpendapat orang tua Nabi masuk neraka.
BANTAHAN
Imam Nawawi berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi Saw di neraka. Tidak ada penjelasan shorih dalam pernyataan imam Nawawi diatas yang mengarah bahwa orang tua nabi masuk neraka menurut beliau
Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa imam Nawawi juga berpendapat orangtua nabi Saw di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :
فيه دليل على ان ابويه ماتا على الكفر فهو في النار
Artinya: Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka
Namun realitanya beliau tidak mengatakannya. Komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka.
Baiklah, untuk mengetahui maksud sebenarnya dari komentar imam Nawawi tersebut, maka alangkah baiknya kita dengarkan penjelasan dari seorang ulama pengikutnya yang lebih memahami ucapan beliau yaitu imam As-Suyuthi berikut :
التعظيم والمنة: (ص 171)
الذي عندي أنه لا ينبغي أن يفهم من قول النووي في شرح مسلم في حديث (( أن رجلا قال يا رسول الله : أين أبي … الخ )) أنه أراد بذلك الحكم على أبي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، بل ينبغي أن يفهم أنه أراد الحكم على أبي السائل ، وكلامه ساكت عن الحكم على الأب الشريف
Artinya: Menurut pemahamanku hendaknya tidak memahami ucapan imam Nawawi di dalam syarh hadits Muslim tentang Hadits “Sesungguhnya seseorang berkata kepada Rasul Saw di mana ayahku…dst“, bahwasanya yang beliau maksud adalah ayah nabi Saw. Akan tetapi hendaknya dipahami bahwasanya beliau menghendaki hokum pada ayah orang yang bertanya. Dan beliau diam, tidak mengomentari atas hokum ayah nabi Saw. (At-Ta’dzhim wal minnah : 171)
Selain mencatut nama imam Nawawi, mereka juga mengatas namakan imam Abu Hanifah untuk memvonis kedua orangtua nabi Saw. Menurut mereka imam Abu Hanifah berkata :
ووالدا رسول الله مات على الكفر
Artinya: Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam keadaan kafir
BANTAHAN:
Benarkah imam Abu Hanifah berkata demikian? setelah dilakukan pengecekan, ternyata lagi-lagi mereka berbuat curang untuk memperkuat asumsi mereka dengan mendistorsi kalam imam Abu Hanifah tersebut.
Kalam imam Abu Hanifah yang sebenarnya bukanlah seperti yang mereka gembor-gemborkan. Tapi justru sebaliknya pendapat beliau bertentangan dengan apa yang mereka sangka.
Ada dua teks dari kalam imam Abu Hanifah dalam manuskrip kuno yang berada di perpustakaan syaikh Islam di Madinah Al-Munawwarah sebelum beredarnya mansukrip yang baru.
Yang pertama berbunyi :
ووالدا رسول الله ما ماتا على الكفر
Dan kedua orangtua Rasul Saw tidak wafat dalam keadaan kafir
Yang kedua berbunyi :
وابوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة
Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah
Hal ini sebagaimana kesaksian para ulama (Al-Imam Al-Hafidz Az-Zabidy, Al-Imam Al-Kautsari, Al-Imam Baijury, Syaikhul Islam Musthofa Shabry, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi dll) dengan mata kepala mereka sendiri melihat manuskrip aslinya yang jauh sudah ada sebelum terbitnya manuskrip yang palsu. Bahkan para ulama yang ‘arif mengatakan bahwa manuskrip tersebut sudah ada sejak masa Dinasti Abbasiyah.
Al-Imam Al-Kautsary berkata :
العالم والمتعلم (ص 7)
ففي بعض تلك النسخ : وأبوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة – و ( الفطرة ) سهلة التحريف إلى ( الكفر ) في الخط الكوفي ، وفي أكثرها : ( ما ماتا على الكفر ) ، كأن الإمام الأعظم يريد به الرد على من يروي حديث ( أبي وأبوك في النار ) ويرى كونهما من أهل النار . لأن إنزال المرء في النار لا يكون إلا بدليل يقيني وهذا الموضوع ليس بموضوع عملي حتى يكتفى فيه بالدليل الظني
Artinya: Di dalam salah satu manuskrip tersebut berbunyi : Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “, Lafadz Al-Fatrah (dalam tulisan arab) sangat mudah dirubah menjadi Al-Kufri dalam khot khufi. Dan kebanyakan manuskrip berbunyi “ Kedua orangtua Rasul Saw tidaklah wafat dalam keadaan kafir “. Imam besar tersebut justru bermaksud membantah orang yang meriwayatkan hadits “ Ayahku dan ayahmu di neraka “ dan orang itu berpendapat bahwa orangtua Nabi Saw di neraka. Karena memvonis sesorang di neraka haruslah dengan dalil yang yaqin dan persoalan ini bukanlah persoalan amaliah sehingga cukup dengan dalil sangkaan saja. (Al-Aalim wa Al-Muta’allim : 7)
Al-Imam Bajuri berkata :
تحفة المريد على جواهر التوحيد (ص : 69)
وأما ما نقل عن أبي حنيفة في الفقه الأكبر من أن والدي المصطفى ماتا على الكفر فمدسوس عليه ، وحاشاه أن يقول في والدي المصطفى ذلك، وغلط ملا علي القاري يغفر الله له في كلمة شنيعة قالها، ومن العجائب ما نسب له مع ذلك في إيمان فرعون.
Artinya: Adapun pendapat yang dinukilkan dari Abu Hanifah di dalam kitab Al-Fiqh Al-Akbar bahwa kedua orangtua Nabi Saw wafat dalam keadaan kafir, maka teks itu telah mengalami pendistorsian (madsus), sungguh beliau jauh dari berpendapat seperti itu tentang kedua orangtua Nabi Saw. Dan telah keliru Mulla Al-Qaari semoga Allah mengampuninya di dalam kalimat buruk yang ia ucapkan. Dan dalam masalah ini, ironis sekali ada ucapan yang dinisbatkan kepada beliau tentang keimanan Fir’aun . (Tuhfah Al-Murid Syarh Jauhar At-Tauhid: 69)
Al-Imam Al-Hafidz Al-Murtadha Az-Zabidy dalam risalahnya yang berjudul ‘al-Intishor Liwaliday al-Nabiyyi al-Mukhtar’ -sebagaimana dikutip oleh Zahid al-Kautsariy- berkata :
العالم والمتعلم (ص 7)
وكنت رأيتها بخطه عند شيخنا أحمد بن مصطفى العمري الحلبي مفتي العسكر العالم المعمر ما معناه : إن الناسخ لما رأى تكرر ( ما ) في ( ما ماتا ) ظن أن إحداهما زائدة فحذفها فذاعت نسخته الخاطئة ، ومن الدليل على ذلك سياق الخبر لأن أبا طالب والأبوين لو كانوا جميعاً على حالة واحدة لجمع الثلاثة في الحكم بجملة واحدة لا بجملتين مع عدم التخالف بينهم في الحكم
Artinya: Dan aku telah melihat tulisannya pada syaikh kami Ahmad bin Musthafa Al-Amri Al-Halbi yang maknanya sebagai berikut : “ Sesungguhnya penulis naskah ketika melihat terulangnya lafadz (ما) pada kalimat (ما ماتا), ia menyangka salah satunya adalah tambahan / kelebihan, lalu ia menghapus salah satunya, maka tersebarlah naskah kekeliruannya tersebut. Termasuk bukti yang menguatkannya adalah susunan kalimat itu sendiri (yang janggal), karena Abu Thalib dan kedua orangtua Nabi Saw seandainya mereka semua itu sama keadaanya, maka niscaya imam Abu Hanifah akan mengumpulkan ketiganya dalam satu hokum bukan dengan dua hokum yang tidak ada perbedaannya sama-sekali “.(Al-Aalim wa Al-Muta’allim : 7)
Keterangan :
Dalam naskah aslinya tertulis :
ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتاعلى الفطرة وأبو طالب مات على الكفر
Artinya: Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam masa fatrah sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir
Susunan kalimat ini terlihat sempurna dan tidak janggal sama sekali. Bandingkan dengan tulisan yang banyak beredar setelahnya yang sebagaimana diasumsikan mereka berikut ini :
ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتا على الكفر وأبو طالب مات على الكفر
Artinya: Dan kedua orangtua Rasul Saw mati dalam keadaan kafir sedangkan Abu Thalib mati dalam keadaan kafir “.
Perhatikan dan bacalah dengan seksama teks kedua ini dan bandingkan dengan teks pertama !
Maka sungguh secara akal sehat dan kaidah ilmu alat sangatlah janggal teks yang kedua ini, boleh dibilang susunan kalamnya amburadul dan tidak fasih. Mungkinkah seorang imam Besar yang diakui seluruh dunia melakukan kesalahan fatal dalam mengarang kitab terlebih menulis satu kalimat saja ??
Selain nama besar imam Nawawi dan Abu Hanifah, mereka juga berasumsi bahwa imam Mulla Ali Al-Qaari berpendapat sesungguhnya kedua orangtua Nabi Saw di neraka dengan menukil ucapan beliau :
ادلة معتقد ابي حنيفة فى أبوي الرسول عليه الصلاة والسلام (ص: 85)
وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق
Artinya: Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’). (Adillah al-Mu’taqad Abi Haniifah: 85)
BANTAHAN
Memang pada awalnya beliau berpendapat seperti itu namun tiga tahun sebelum kewafatannya, beliau menarik kembali pendapatnya tersebut ketika menulis kitab Syarh Syifa’ Qadhi ‘Iyadh. Imam Ali Al-Qaari menegaskan bahwa pendapat mengenai keislaman kedua orang tua Nabi Muhammad Saw merupakan pendapat yang lebih kuat. Berikut teksnya :
شرح الشفا (ج 1 \ ص 605)
وأبو طالب لم يصح إسلامه وأما إسلام أبويه ففيه أقوال، والأصح إسلامهما على ما اتفق عليه الأجلّة من الأمة، كما بيّنه السيوطي في رسائله الثلاث المؤلفة.أهـ
Artinya: Dan Abu Thalib tidak sah keislamannya adapaun keislaman kedua orangtua Nabi Saw maka ada tiga pendapat dan yang palin shahih adalah bahwa kedua orangtua Nabi Saw muslim menurut kesepakatan para ulama besar sebagaimana dijelaskan As-Suyuthi dalam tiga risalah karyanya. (Syarh Asy-Syifa: I, 605)
Dengan demikian, sangat jelas bahwa sikap imam Ali Al-Qaari yang mempopulerkan pendapat bahwa kedua orang tua Nabi Muhammad Saw. di neraka menjadi tidak kuat, karena beliau sendiri kembali menarik pendapatnya dan berbalik arah dari mengkritik Al-Suyuthi kemudian kembali menyetujui pendapatnya.
Sisi lain yang tak kalah pentingnya adalah, imam Mulla Ali Al-Qaari menggunakan nashkah yang salah pada saat menulis kitab Adillah al-Mu’taqod Abi Hanifah
Selain mengutip nama-nama Ulama diatas, untuk memperkuat pandangan mereka bahwa orang tua Nabi masuk neraka, mereka yang mengaku bermanhaj salaf mengatakan: “Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka”.
BANTAHAN
Pertama: Terlalu terburu-buru memvonis kedua orangtua Nabi Saw kafir dan layak masuk neraka. Adakah nash qoth’i dari al-Quran atau al-Hadits yang menjelaskan langsung bahwa mereka berdua melakukan kesyirikan selama hidupnya ?? dalil-dalil yang mereka gunakan untuk memvonis kedua orangtua Nabi Saw bukanlah dalil qoth’i karena masih mengandung sangkaan dan multi interpretatif sehingga masih dikatakan dalil dzhanni.
Untuk menetapkan hukum seseorang itu kafir terlebih masuk neraka, maka haruslah dengan DALIL yang QOTH’I yang tidak terdapat KHILAF (Perbedaan pendapat di antara ulama) atau IHTIMAL (indikasi makna lain). Dalil yang kuat dan pasti serta tidak mungkin lagi mengindikasikan makna lainnya.
Tak ada satupun dalil qoth’i yang menjelaskan kedua orang tua Nabi Saw berbuat kesyirikan dan layak masuk neraka. Justru sebaliknya yang ada malah dalil-dalil yang lebih kuat dan mencapai derajat mutawatir yang menunjukkan kedua orangtua Nabi Saw bukan orang musyrik dan ahli neraka.
Di antara dalil paling kuat dan sharih adalah ayat al-Quran berikut :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Artinya: dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Q.S Al Isra`: 15)
Mayoritas ulama Ahlis sunnah menjelaskan dengan ayat ini bahwa Allah Swt tidak akan mengadzab sesorang pun sebelum diutusnya seorang Rasul. Mereka membantah keyakinan kaum Mu’tazilah yang selalu beprgang dengan akal yang berkeyakinan bahwa kaum di masa fatrah akan mendapat siksa dari Allah Swt.
Ibnu Jarir al-Thobariy meriwayatkan tafsir ayat tersebut dari Qatadah bahwa beliau berkata:
تفسير الطبري - (ج 17 / ص 402)
عن قتادة، قوله ( وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا ) : إن الله تبارك وتعالى ليس يعذب أحدا حتى يسبق إليه من الله خبرا، أو يأتيه من الله بيِّنة، وليس معذّبا أحدا إلا بذنبه.
Artinya: dari Qotadah, firman Alloh “dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul”. Sesungguhnya Allah Swt tidak akan menyiksa seseorangpun hingga telah dating baginya berita atau petunjuk dari Allah Swt, dan Alloh tidak akan menyiksa seseorang kecuali karna dosa yang telah ia perbuat. (Tafsir al-Thobariy: XVII, 402)
Cucu dari Ibnu Al-Jauzi menghikayatkan pernyataan dari kakeknya, sebagaimana dikutip imam Suyuthiy :
الحاوي للفتاوي للسيوطي - (ج 2 / ص 245)
قوم قد قال الله تعالى (وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا) والدعوة لم تبلغ أباه وأمه فما ذنبهما
Artinya: Sekelompok ulama telah berkata, Allah Swt berfirman; “dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul. ” Ayah dan ibunda Nabi Saw belum sampai dakwah pada mereka, lalu apa dosa keduanya (sehingga layak masuk neraka) ?? (Al-Hawiy li al-Fatawa: II, 245)
Dari sini jelaslah, bahwa orang tua nabi Muhammad saw masuk dalam katagori Ahlul Fatroh. Allah tidak akan mengadzab orang-orang yang berada di masa itu.
Kedua: Mereka berpendapat bahwa telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada kedua orangtua Rasul Saw sehingga mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.
Maka kita jawab: Pendapat ini pun juga terlalu terburu-buru. Bukankah Allah Swt sendiri telah berfirman :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ
Artinya: Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang datuk-datuk mereka belum mendapat peringatan dan mereka dalam keadaan lalai. (QS. Yasin: 6)
Allah juga berfirman :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُون
Artinya: Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka mendapat petunjuk. (QS. As-Sajdah: 3)
Dan ayat :
لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka sadar. (QS. Al-Qashash: 46)
Keterangan :
Ayat-ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa belum ada seorang utusan dari Allah yang memperingatkan umat Nabi Saw sebelum nabi diutus menjadi Rasul. Tak terkecuali kedua orangtua Nabi Saw. Maka dengan ayat-ayat ini jelas bahwa kedua orang tua Nabi Saw adalah AHLI FATRAH yang BELUM SAMPAI DAKWAH dari nabi sebelum nabi Muhammad Saw.
Jika mereka masih ngotot dan mengatakan; “Kedua orang tua Nabi Saw termasuk golongan ahli fatrah yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman“.
Kita jawab : Dari mana anda tahu bahwa kedua orangtua Nabi Saw telah merubah ajaran dan berbuat syirik ?? adakah satu nash qoth’i saja yang menjelaskan hal itu secara jelas dan nyata ?? sehingga anda berani memukul palu dan menetapkan hokum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka ??
Justru sebaliknya, banyak ayat al-Quran dan Hadits yang menjelaskan bahwa mereka di atas agama datuknya Nabi Ibrahim As.
Ketika imam Sufyan bin Uyainah (salah seorang imam Mujtahid dan termasuk guru imam Syafi’i) ditanya “ Apakah ada seorang pun dari keturunan nabi Ismail yang menyembah berhala ? Maka beliau menjawab:
لا ألم تسمع قوله (واجنبني وبني أن نعبد الأصنام)
Artinya: Tidak ada. Apakah kamu tidak mendengar firman Allah Swt “ Dan jauhkanlah aku dan keturunanku dari menyembah berhala. (Al-Hawiy li al-Fatawa: II, 262)
Allah Swt berfirman:
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ (218) وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ (219)
Artinya: Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (Q.S. As-Syu’ara’: 218-219)
Sebagian ahli tafsir termasuk sahabat Ibnu Abbas (master ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan تَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين (perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud) adalah perpindahan cahaya nabi Muhammad saw dari tulang sumsung (shulbi) seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya, sampai dilahirkan sebagai seorang nabi.
Imam Alusi dalam tafsir al-Ruh al-Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :
روح المعاني - (ج10 / ص 135)
واستدل بالآية على إيمان أبويه صلى الله تعالى عليه وسلم كما ذهب اليه كثير من أجلة أهل السنة وأنا أخشى الكفر على من يقول فيهما رضي الله تعالى عنهما
Artinya: Ayat ini sebagai dalil atas keimanan kedua orang tua nabi Muhammad saw sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak tokoh dari kalangan ahlus sunnah. Dan aku khawatir kufurnya orang yang mengatakan kekafiran keduanya, semoga Allah meridhai kedua orang tua Nabi. (al-Ruh Al-Ma’ani : X, 135)
Nabi Saw berabda :
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَعِ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ بَنِى كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ بَنِى كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Artinya: Sesungguhnya Allah Swt memilih Ismail dari keturunan Ibrahim. Dan memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy dari Bani Kinanah. Dan memilih Bani Hasyim dari Bani Quraisy dan memilih aku dari Bani Hasyim. (HR. Tirmidzi)
Mungkinkah Allah Swt memilihkan untuk Nabi Saw, sulbi-sulbi dari orang-orang yang kotor, najis atau kafir ?? kata-kata memilih dalam hadits tersebut jelas menunjukkan pilihan keitimewaan.
Dari sini jelaslah, tuduhan sebagian kelompok yang mengaku [ngaku] bermanhaj salaf bahwa orang tua nabi Muhammad saw merupakan tuduhan keji terhadap keluarga nabi. Argumentasi yang mereke kemukakan sangat lemah, bahkan lebih lemah dibangdingkan sarang laba-laba.
0 Komentar untuk "ORANG TUA NABI MASUK SURGA, KRITIK KECEROBOHAN WAHABI"