PAHALA BACAAN AL-QUR’AN TIDAK SAMPAI MENURUT IMAM SYAFI’IY?
Menjawab Tulisan Dr. Firanda Andirja, Lc, MA. Tentang ‘Ajaran-Ajaran Madzhab Syafi’iy Yang Dilanggar Pengikutnya 6”
Problematika sampai dan tidaknya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang telah meninggal dunia merupakan masalah klasik yang sudah dibahas oleh para ulama sejak dahulu. sebagaimana dinyatakan oleh Ust. Firanda, bahwa masalah ini merupakan masalah debatable, sehingga kita harus berlapang dada dan toleransi terhadap muslim lain yang tidak sependapat. tulisan beliau bisa dilihat disini
Mayoritas para ulama menyatakan, pahala bacaan al-Qur’an bisa sampai kepada mayit. Sedang imam al-Syafi’iy yang menjadi pembahasan kali ini berpendapat tidak sampai.
Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi dalam Syarh al-Shudlur memberikan penjelasan mengenai kontradiksi para ulama mengenai masalah ini sebagai berikut:
شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور ص 302
إِخْتَلَفَ فِي وُصُوْلِ ثَوَابِ الْقِرَاءَةِ لِلْمَيِّتِ فَجُمْهُوْرُ السَلَفِ وَالْأَئِمَّةُ الثَلَاثَةُ عَلَى الْوُصُوْلِ وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ إِمَامُنَا الشَافِعِيُّ مُسْتَدِلًّا بِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى}
Artinya: Ulama berselisih pendapat tentang sampainya pahala bacaan al-Qur’an untuk orang mati. Pendapat jumhur Salaf dan Imam tiga (Abu Hanifah, Malik, Ahmad) menyatakan sampai, sedangkan Imam kami yakni Imam Syafi’i memiliki pandangan berbeda, beliau berargumen dengan firman Allah Ta’alaa : وَأَن لَيْسَ للْإنْسَان إِلَّا مَا سعى “dan tiada bagi manusia kecuali apa yang di usahakan” (QS. an-Najm : 39). (Syarh al-Shudur bi Syarh Hal al-Mauta wa al-Qubur: 302).
Sekalipun mayoritas ulama mengatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit, namun imam Syafi’i yang menjadi pembahasan kali ini berpendapat tidak sampai, sebagaimana ditegaskan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm berikut:
الأم - (ج 4 / ص 126)
قَالَ: يَلْحَقُ الْمَيِّتَ مِنْ فِعْلِ غَيْرِهِ وَعَمَلِهِ ثَلَاثٌ حَجٌّ يُؤْدَى عَنْهُ وَمَالٌ يُتَصَدَّقُ بِهِ عَنْهُ أَوْ يُقْضَى وَدُعَاءٌ فَأَمَّا مَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ صَلَاةٍ أَوْ صِيَامٍ فَهُوَ لِفَاعِلِهِ دُوْنَ الْمَيِّتِ
Artinya: Imam Syafi’iy berkata: Orang yang meninggal dunia akan mendapatkan pahala dari perbuatan dan amalan orang lain [disebabkan] tiga perkara; (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan untuk dia, dan (3) doa. Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka pahalanya untuk orang yang melakukan, bukan untuk mayat.
Menurut imam Syafi’i, pahala amal perbuatan yang dilakukan oleh orang lain tidak akan sampai kepada mayit kecuali tiga hal; (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan untuk dia, dan (3) doa. Tiga masalah ini, sekalipun dilakukan oleh orang lain, mayit akan mendapatkan pahala atas amal perbuatan tersebut. Sedangkan amal perbuatan selain tiga diatas, seperti sholat, puasa, bacaan al-Qur’an dan lainnya, maka pahalanya hanya diperoleh oleh orang yang melakukan dan tidak bisa ditransfer kepada orang yang meninggal dunia.
Kendatipun imam Syafi’i berpandangan tidak sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang meninggal dunia, namun sebagian ulama Syafi’i termasuk sebagian murid-murid beliau mengatakan sampai. Hal ini dinyatakan oleh imam Nawawiy dalam Syarh Muslim sebagai berikut:
شرح النووي على مسلم - (ج 1 / ص 90)
وَأَمَّا قِرَاءَة الْقُرْآن فَالْمَشْهُور مِنْ مَذْهَب الشَّافِعِيّ أَنَّهُ لَا يَصِلُ ثَوَابُهَا إِلَى الْمَيِّت وَقَالَ بَعْض أَصْحَابه : يَصِل ثَوَابهَا إِلَى الْمَيِّت وَذَهَبَ جَمَاعَات مِنْ الْعُلَمَاء إِلَى أَنَّهُ يَصِل إِلَى الْمَيِّت ثَوَاب جَمِيع الْعِبَادَات مِنْ الصَّلَاة وَالصَّوْم الْقِرَاءَة وَغَيْر ذَلِكَ
Artinya: Adapun membaca al-Qur’an berdasarkan pendapat yang dinyatakan oleh imam Syaf’Iy pahalanya tidaklah bisa ke mayit. Sebagian murid beliau menyatakan sampai. Banyak kelompok ulama yang mentatakan pahala semua bentuk ibadah seperti sholat, puasa, membaca al-Qur’an dan lainnya bisa sampai kemayit. (Syarh al-Nawawi ala Muslim: I, 302)

Pendapat yang menyatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an diikuti dan dinyatakan oleh banyak ulama Syafi’iyyah sebagaimana termaktub dalam Mughni al-Muhtaj berikut:
مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج - (ج 4 / ص 111)
وَحَكَى الْمُصَنِّفُ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَالْأَذْكَارِ وَجْهًا أَنَّ ثَوَابَ الْقِرَاءَةِ يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ كَمَذْهَبِ الْأَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ ، وَاخْتَارَهُ جَمَاعَةٌ مِنْ الْأَصْحَابِ مِنْهُمْ ابْنُ الصَّلَاحِ ، وَالْمُحِبُّ الطَّبَرِيُّ ، وَابْنُ أَبِي الدَّمِ ، وَصَاحِبُ الذَّخَائِرِ ، وَابْنُ أَبِي عَصْرُونٍ ، وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ ، وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ ، وَقَالَ السُّبْكِيُّ : وَاَلَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ الْخَبَرُ بِالِاسْتِنْبَاطِ أَنَّ بَعْضَ الْقُرْآنِ إذَا قُصِدَ بِهِ نَفْعُ الْمَيِّتِ وَتَخْفِيفُ مَا هُوَ فِيهِ نَفَعَهُ ، إذْ ثَبَتَ أَنَّ الْفَاتِحَةَ لَمَّا قَصَدَ بِهَا الْقَارِئُ نَفْعَ الْمَلْدُوغِ نَفَعَتْهُ ، وَأَقَرَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ : { وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ } وَإِذَا نَفَعَتْ الْحَيَّ بِالْقَصْدِ كَانَ نَفْعُ الْمَيِّتِ بِهَا أَوْلَى ا هـ
Artinya: mushonnif (imam Nawawiy) dalam kitab Syarah Muslim dan Adzkar menuturkan sebuah pendapat [dari kalangan madzhab Syafi’iyyah] bahwasanya pahala bacaan al-Qur’ab bisa sampai kepada mayyit sebagaimana pendapat tiga imam (Hanafi, Maliki, Hanbali). Pendapat ini dipilih oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’iy, antara lain; Ibnu Sholah, al-Muhib al-Thobariy, Ibnu Abi al-Dam, pengarang kitab al-Dakhoir, Ibnu Abi ‘Ushrun dan pendapat inilah yang dipraktekkan oleh banyak orang. Suatu hal yang dipandang baik oleh umat muslim, maka hal tersebut baik pula menurut Alloh. Imam al-Subkiy berkata: ‘berdasarkan hadits-hadits yang ada -dengan melalui proses istibath- menyatakan, sebagian ayat al-Qur’an apalabila diniati agar memberikan manfaat kepada mayyit dan meringankan siksanya, maka akan bermanfaat baginya. Sebab, telah dijelaskan dalam hadits, surat al-Fatihah pada dibaca dengan niatan agar memberikan manfaat kepada orang yang tersengat, benar-benar memberikan manfaat dan Nabi membenarkan hal tersebut dengan sabdanya; ‘aku tidak memberi tahumu bahwa al-Fatihah dapat dijadikan pengobat’. Apabila surat al-Fatihah memberikan manfaat kepada orang yang masih hidup apabila diniati, maka orang yang telah meninggal dunia pasti lebih memberikan manfaat. (Mughni al-Muhtaj: IV, 111)
Banyak ulama Syafi’iyyah, baik dari murid imam Syafi’iy sendiri maupun generasi setelah yang berpandangan sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang meninggal dunia sekalipun imam Syafi’iy berpendapat tidak sampai. Yang demikian ini merupakan hal biasa dalam kajian fiqh, dimana para ulama yang menjadi pemegang estafet sebuah madzhab memiliki pendapat berbeda dengan pendapat imam madzhabnya. Pendapat yang menyatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an ini selain dinyatakan oleh sekelopok ulama madzhab Syafi’i, dinyatakan pula oleh ulama dari ketiga madzhab, hanafi, maliki dan hanbali.
Sedangkan ulama Syafi’iy yang lain memiliki pandangan yang serupa dengan pendiri madzhab mereka bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit. Terkait hal ini, imam Ibnu Katsir menjelaskan:
تفسير ابن كثير - (ج 7 / ص 465)
{ وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى } أي: كما لا يحمل عليه وزر غيره، كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم؛ ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء، ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة، رضي الله عنهم، ولو كان خيرا لسبقونا إليه، وباب القربات يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء، فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما.
Artinya: (seseorang tidak akan mendapat pahala kecuali apa yang mereka usahakan). yakni, sebagaimana seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, dia juga tidak bisa mendapatkan pahala kecuali dari apa yang ia usahakan. Dengan mengacu pada ayat ini, imam Syafi’iy dan para pengikutnya beristinbath (menggali hukum), bahwa pahala bacaan al-Qur’an yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal tidak sampai, karna bukan berasal dari tindakan maupun usahanya. Oleh karnanya, Rosululloh saw tidak mengajarankan dan memotivasi umatnya untuk melakukan. Beliau juga tidak memberikan petunjuk baik tersurat maupun tersirat dan tidak ada penjelasan bahwa sahabat pernah melakukan ra. Andaikan itu baik, tentulah mereka akan melakukan lebih dahulu dari kita. Hal-hal yang sifatnya mendekatkan diri kepada Alloh (ibadah) hanya berdasarkan teks-teks dalil syar’iy. Dan tidak bisa menggunakan analogi-analogi maupun pendapat-pendapat. Adapun doa dan sedekah semua ulama sepakat akan sampai, dan telah tertuang dengan jelas dalam teks-teks syari’at.
Kami sepakat dengan penjelasan Ust. Firanda Andirja bahwa imam Syafi’iy sendiri mengatakan tidak sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang meninggal dunia. Namun sangat disayangkan beliau tidak melanjutkan kajian yang justru sangat krusial, sehingga memberikan kesan kepada orang awam bahwa membaca al-Qur’an yang slama ini dilakukan oleh mereka merupakan tindakan yang sia-sia karna pahalanya tidak sampai.
imam Syafi’iy dan ulama lain yang sependapat dengan beliau memang berpendapat tidak sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang meninggal dunia, namun bukan berarti secara serta merta dipahami, bacaan al-Qur’an untuk orang yang telah meninggal dunia tidak berguna dan bermanfaat sama sekali. Karna dalam kondisi tertentu, mayyit juga merasakan dan mendapat ‘pahala yang sama’ dengan pahala yang diperoleh oleh orang yang membaca al-Qur’an.
اعانة الطابين - (ج 3 / ص 258)
وَحَمَلَ جَمْعٌ عَدَمَ الْوُصُوْلِ الَذِي قَالَهُ النَوَوِيُّ عَلَى مَا إِذَا قَرَأَ لَا بِحَضْرَةِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَنْوِ الْقَارِئ ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لَهُ أَوْ نَوَاهُ وَلَمْ يَدْعُ. وَقَدْ نَصَّ الشَافِعِيُ وَالْاَصْحَابُ عَلَى نَدْبِ قِرَاءَةِ مَا تَيَسَّرَ عِنْدَ الْمَيِّتِ وَالدُعَاءِ عَقِبَهَا، أَيْ لِاَنَّهُ حِيْنَئِذٍ أَرْجَى لِلْاِجَابَةِ، وَلِاَنَّ الْمَيِّتِ تَنَالُهُ بَرَكَةُ الْقِرَاءَةِ: كَالْحَيِّ الْحَاضِرِ قَالَ ابْنُ الصَلَاحِ: وَيَنْبَغِي الْجَزْمُ بِنَفْعِ: اَللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُهُ أي مِثْلَهُ، فَهُوَ الْمُرَادُ، وَإِنْ لَمْ يُصَرِّحْ بِهِ لِفُلَانٍ، لِاَنَّهُ إِذَا نَفَعَهُ الدُعَاءُ بِمَا لَيْسَ لِلدَاعِي فَمَالَهُ أَوْلَى. وَيَجْرِي هَذَا فِي سَائِرِ الْاَعْمَالِ مِنْ صَلَاةٍ وَصَوْمٍ وَغَيْرِهِمَا.
Artinya: Sekelompok Ulama mengarah tidak sampainya pahala sebagaimana yang dinyatakan oleh imam Nawawi diatas dalam kondisi tidak dibaca disamping mayit, pembacaatidak meniatkan pahalanya untuk si mayit, atau meniati namun tidak berdoa setelahnya. Imam Syafi’iy dan para muridnya telah menuliskan bahwa sunnah hukumnya membaca ayat al-Qur’an semampunya disamping mayit lalu berdoa setelah selesai, sebab pada saat ini ada harapan besar untuk dipenuhi doanya. Selain itu mayit akan memperoleh barokah bacaan al-Qur’an sebagaimana orang yang hidup berada yang disamping pembaca. Imam Ibnu Sholah berkata: “selayaknya dipastikan bermanfaat jika berdoa, “Ya Alloh sampaikanlah semisalnya pahala bacaan yang saya baca sekalipun tidak dijelaskan kepada fulan, sebab apabila seseorang bisa merasakan manfaat doa yang bukan untuk dia, maka doa yang baginya tentunya lebih bermanfaat. Dan ini berlaku untuk amal-amal yang lain seperti sholat, puasa dan lainnya”. (I’anah al-Tholibin: III, 258)
Berpijak pada pendapat yang menyatakan tidak sampainya pahala bacaan al-Qur’an, andaikan seseorang membaca al-Qur’an untuk orang yang telah meninggal, maka pahalanya bacaan al-Qur’an akan didapatkan dan dimiliki oleh orang yang membaca. Sedangkan orang yang meninggal dunia akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang membaca al-Qur’an dengan catatan: (1) Dibaca disamping mayit. (2) Diniatkan pahalnya untuk orang yang telah mati. (3) berdoa agar pahala bacaan al-Qur’an disampaikan kepada mayit.
Apabila salah satu dari 3 ini dilakukan, maka orang yang meninggal dunia akan mendapatkan ‘pahala yang sama’ dengan pahala bacaan al-Qur’an bagi sang pembaca. Sedangkan pahala bacaan al-Qur’an itu sendiri tetap dimiliki dan didapat oleh orang yang membaca.
حاشيتا قليوبي - وعميرة - (ج 3 / ص 176)
فَرْعٌ : ثَوَابُ الْقِرَاءَةِ لِلْقَارِئِ ، وَيَحْصُلُ مِثْلُهُ أَيْضًا لِلْمَيِّتِ ، لَكِنْ إنْ كَانَتْ بِحَضْرَتِهِ أَوْ بِنِيَّتِهِ أَوْ يَجْعَلُ مِثْلَ ثَوَابِهَا لَهُ بَعْدَ فَرَاغِهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ فِي ذَلِكَ ، وَقَوْلُ الدَّاعِي : اجْعَلْ ثَوَابَ ذَلِكَ لِفُلَانٍ عَلَى مَعْنَى الْمِثْلِيَّةِ
Artinya: Pahala bacaan al-Qur’an dimiliki oleh orang yang membaca, sedangkan mayyit juga akan mendapatkan pahala yang sama [dengan pahala yang diperoleh oleh pembaca] dengan catatan: (1) Dibaca disamping mayit. (2) Diniatkan [bacaannya untuk orang yang telah mati]. (3) berdoa agar mayit medapatkan pahala yang sama dengan pahala bacaan al-Qur’an, setelah ia selesai membaca. Adapun perkataan orang yang berdoa ‘jadikanlah pahala bacaan al-Qur’an untuk fulan’ maksudnya adalah pahala yang sama. (Hasyiyata Qolyubiy wa Umairoh: III, 176)
Ketentuan tiga (3) kondisi yang menjadikan mayit mendapatkan manfaat dan pahala yang sama dengan pahala bacaan al-Qur’an bagi pembaca diatas, didasarkan pada pernyataan imam Syafi’iy yang dikutip oleh al-Baihaqiy:
معرفة السنن والآثار للبيهقي - (ج 6 / ص 290)
قال الشافعي : « وأحب لو قرئ على القبر ودعي للميت »
Artinya: Imam Syafi’i berkata: aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit. (Ma’rifah al-Sunan wa al-Atsar: VI, 290)
Berdasarkan pernyataan imam Syaifi’iy diatas, imam Ibnu Hajar mengatakan:
الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 3 / ص 175)
وَكَلَامُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هَذَا تَأْيِيدٌ لِلْمُتَأَخِّرِينَ فِي حَمْلِهِمْ مَشْهُورَ الْمَذْهَبِ عَلَى مَا إذَا لَمْ يَكُنْ بِحَضْرَةِ الْمَيِّتِ أَوْ لَمْ يَدْعُ عَقِبَهَا .
Artinya: dan perkataan Imam asy-Syafi’i ini (bacaan al-Qur’an disamping mayyit/kuburan) memperkuat pernyataan ulama-ulama Mutaakhkhirin dalam mengarahkan pendapat masyhur diatas pengertian apabila tidak dihadapan mayyit atau apabila tidak mengiringinya dengan do’a. (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro: III, 175)
Dengan demikian, pernyataan Ust. Firanda Andirja. Lc. MA. bahwa imam Syafi’iy berpendapat tidak sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang meninggal dapat dibenarkan. Namun sangat disayangkan beliau tidak melanjutkan kajiannya dan memaparkan data-data penting yang seharusnya ditampilkan. Dengan tidak menampilkan data-data diatas, akan memberikan kesan kepada orang awam bahwa membaca al-Qur’an untuk orang yang meninggal dunia tidak berguna dan tidak ada manfaatnya, karna pahalanya tidak sampai.
Kendatipun imam Syafi’iy menyatakan tidak sampai, namun tidak dapat dijadikan dalil bahwa membaca al-Qur’an kepada mayyit tidak berguna dan tidak bermanfaat, apalagi sampai difonis ‘dilarang’. sebab dalam kondisi tertentu (baca: kondisi 3 diatas), mayyit mendapatkan manfaat bacaan al-Qur’an yang dibacakan untuk dia berupa mendapatkan pahala yang sama dengan pahala bacaan al-Qur’an yang diperoleh oleh sang pembaca, sedangkan pahala bacaan al-Qur’an tetap dimiliki oleh sang pembaca.
Dengan demikian, tradisi membacakan al-Qur’an untuk orang yang meninggal dunia yang telah berlaku di Indonesia tidaklah bertentangan dengan pendapat imam Syafi’iy. Sebab, sekalipun mayyit tidak mendapat pahala bacaan al-Qur’an, namun mayyit akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala yang diperoleh oleh orang yang membaca. Ditambah lagi, setelah pembacaan al-Qur’an dilanjutkan dengan doa agar pahalanya disampaikan kepada mayyit sebagaimana tradisi yang berlaku pada saat acara pembacaan al-Qur’an untuk mayyit.
Apabila setelah membaca al-Qur’an, pembaca berdoa agar pahala bacaan tersebut disampaikan kepada mayyit, maka semua ulama sepakat pahala tersebut akan sampai.
حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 2 / ص 302)
ثُمَّ إنَّ مَحِلَّ الْخِلَافِ حَيْثُ لَمْ يُخْرِجْهُ مَخْرَجَ الدُّعَاءِ ، كَأَنْ يَقُولَ : اللَّهُمَّ اجْعَلْ ثَوَابَ قِرَاءَتِي لِفُلَانٍ ، وَإِلَّا كَانَ لَهُ إجْمَاعًا كَمَا ذَكَرَهُ فِي الْمَدْخَلِ
Artinya: perbedaan pendapat [mengenai sampai dan tidaknya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit], berlaku jika tidak menjadikan pahala bacaan al-Qur’an tersebut sebagai doa. Misalnya berdoa dengan: ‘ya Alloh sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’anku kepada fulan’. Apabila yang demikian ini dilakukan, maka semua ulama sepakat [akan sampainya pahala bacaan al-Qur’an tersebut] sebagaimana dinyatakan dalam kitab al-Madkhol. (Hasyiyah al-Bujairimiy ala al-Khotib: II, 302)
Kendapatipun ulama berbeda pendapat mengenai sampai dan tidaknya pahala al-Qur’an, apabila pembaca setelah selesai membaca al-Qur’an berdoa agar pahala bacaan al-Qur’annya disampaikan kepada mayyit sebagaimana yang telah menjadi tradisi muslim selama ini, maka semua ulama sepakat pahalanya akan sampai.
Disisi lain, perbedaan pendapat dalam konteks ini mengenai ‘sampai dan tidaknya’ pahala bacaan al-Qur’an, bukan ‘boleh dan tidaknya’ membaca al-Qur’an untuk orang yang meninggal. Oleh karna itu, imam Ibnu Hajar yang merupakan ulama Syafi’i menganjurkan agar mengikuti pendapat yang mengatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an, sebab kemungkinan pendapat itulah yang benar secara factual, dalam arti pada hakikatnya pahala bacaan al-Qur’an benar-benar sampai kepada orang yang meninggal dunia.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 7 / ص 73)
فَيَنْبَغِي نِيَّتُهَا عَنْهُ لِاحْتِمَالِ أَنَّ هَذَا الْقَوْلَ هُوَ الْحَقُّ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ أَيْ فَيَنْوِي تَقْلِيدَهُ لِئَلَّا يَتَلَبَّسَ بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فِي ظَنِّهِ وَلَا يُنَافِيهِ فِي رِعَايَةِ احْتِمَالِ كَوْنِهِ الْحَقَّ
Artinya: selayaknya bacaan al-Qur’an tersebut diniatkan untuk mayyit, sebab sangat mungkin bahwa pendapat ini (pendapat yang mengatakan sampainya pahala al-Qur’an) merupakan pendapat yang benar secara factual. Yakni, [orang yang membaca al-Qur’an] berniat taklid (mengikuti) pendapat ulama yang mengatakan sampai agar ia tidak terjebak dalam melaksanakan ibadah yang tidak sah menurut praduga dia. Dan ini tidaklah menafikan bentuk memperhatikan adanya kemungkinan bahwa pendapat ini (pendapat yang mengatakan sampai) merupakan pendapat yang benar. (Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj: VII, 73)
Kesimpulan:
- Mayoritas Ulama berpendapat, pahala bacaan al-Qur’an bisa sampai kepada mayyit
- Dalam madzhab Syafi’iyyah ada dua pendapat mengenai sampai dan tidaknya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit. Imam Syafi’iy berpendapat tidak sampai dan ini merupakan pendapat yang masyhur. Sedangkan sebagaian ulama Syafi’iiyah mengatakan sampai.
- Mengacu pada pendapat imam Syafi’iy yang mengatakan tidak sampai, apabila pembaca melakukan salah satu dari tiga hal ini: (1) Dibaca disamping mayit. (2) Diniatkan pahalnya untuk orang yang telah mati. (3) berdoa agar pahala bacaan al-Qur’an disampaikan kepada mayit. Maka pahala bacaan al-Qur’an tetap dimiliki untuk orang yang membaca. Sedangkan mayyit akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala yang diperoleh oleh orang yang membaca.
- Apabila setelah membaca al-Qur’an, pembaca berdoa agar pahala bacaan tersebut disampaikan kepada mayyit, maka semua ulama sepakat pahala tersebut akan sampai
- Perbedaan pendapat hanya sebatas mengenai sampai dan tidaknya pahala bacaan al-Qur’an, bukan boleh dan tidaknya membaca al-Qur’an untuk orang yang meninggal. Sehingga ulama Syafi’iyyah menganjurkan agar mengikuti pendapat yang memperbolehkan, sebab mungkin saja pendapat yang benar disisi Alloh merupakan pendapat yang mengatakan sampai, dan merupakan pendapat yang sesuai dengan kenyataan yang ada
Sumbermanjing Wetan, 6 Desember 2017
0 Komentar untuk "KRITIK TULISAN USTADZ FIRANDA TENTANG PAHALA BACAAN AL-QUR’AN TIDAK SAMPAI MENURUT IMAM SYAFI’IY?"