KAJIAN KOMPARATIF TENTANG MENGUCAPKAN NIAT DENGAN LISAN
Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah karya Kementrian Wakaf dan Problematikan Islam Negara Kuwait, sebuah karya yang berisi ensiklopedia kajian fiqh komperatif disebutkan adanya kontradiksi diantara para Ulama mengenai makanah yang lebih utama antara melafalkan niat dan tidak melafalkannya pada saat hendak melaksanakan ibadah?
ุงูู
ูุณูุนุฉ ุงูููููุฉ - (ุฌ 16 / ุต 191)
ุซู
ّ ุงุฎุชูู ุงูุฌู
ููุฑ ูู ุงูู
ูุงุถูุฉ ุจูู ุงّููุทู ุจุงّّูููุฉ ูุชุฑูู. ูุฐูุจ ุฃูุซุฑูู
ุฅูู ุฃّููููุฉ ุงّููุทู ุจุงّّูููุฉ ู
ุง ูู
ูุฌูุฑ ุจูุง ، ูุฃّูู ุฃุชู ุจุงّّูููุฉ ูู ู
ุญّููุง ููู ุงูููุจ ููุทู ุจูุง ุงّููุณุงู. ูุฐูู ุฒูุงุฏุฉ ูู
ุงู.
Artinya: Mayoritas ulama berbeda pendapat mengenai makanah yang lebih utama antara melafalkan niat dan tidak melafalkannya. [1]. Sebagian besar ulama’ menyatakan bahwa mengucapkan niat adalah lebih utama, dengan catatan: tidak mengeraskannya [sehingga mengganggu orang lain]. karna dengan demikian, dia telah melaksanakan niat dalam hati, serta mengucapkannya dengan lisan. Yang demikian ini ada nilai plusnya.
ููุงู ุจุนุถูู
ุฅّู ุงّููุทู ุจุงّููุณุงู ู
ูุฑูู ููู ุณุฑّุงً ููุญุชู
ู ุฐูู ูุฌููู : ุฃุญุฏูู
ุง ุฃّูู ูุฏ ูููู ุตุงุญุจ ูุฐุง ุงูููู ูุฑู ุฃّู ุงّููุทู ุจูุง ุจุฏุนุฉ ุฅุฐ ูู
ูุฃุช ูู ูุชุงุจ ููุง ุณّูุฉ. ููุญุชู
ู ุฃู ูููู ุฐูู ูู
ุง ูุฎุดู ุฃّูู ุฅุฐุง ูุทู ุจูุง ุจูุณุงูู ูุฏ ูุณูู ุนููุง ุจููุจู ูุฅุฐุง ูุงู ุฐูู ูุฐูู ูุชุจุทู ุตูุงุชู ูุฃّูู ุฃุชู ุจุงّูููู ูู ุบูุฑ ู
ุญّููุง.
[2] Sebagian Ulama yang lain (sebagian kecil), menyatakan: bahwa mengucapkan niat dengan lisan adalah makruh, meski dengan ucapan pelan. Ada 2 (dua) kemungkinan sisi pandang kemakruhan hal ini. Pertama, adakalanya pengujar pendapat ini berpendapat bahwa pengucapan niat adalah hal bid’ah, karena tak ada keterangannya dalam Qur’an dan sunnah. Kedua, ada kemungkinan bahwa dengan pengucapan lisan ini terkadang seseorang menjadi lupa melaksanakan niat dalam hati, sehingga ibadahnya batal.
ูุงู ุงุจู ّููู
ุงูุฌูุฒّูุฉ : « ูุงู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ุฅุฐุง ูุงู
ุฅูู ุงูุตّูุงุฉ ูุงู : ุงّููู ุฃูุจุฑ ، ููู
ููู ุดูุฆุงً ูุจููุง ، ููุง ุชّููุธ ุจุงّّูููุฉ ุฃูุจุชّุฉ ููุง ูุงู : ุฃุตّูู ّููู ุตูุงุฉ ูุฐุง ู
ุณุชูุจู ุงููุจูุฉ ุฃุฑุจุน ุฑูุนุงุช ุฅู
ุงู
ุงً ุฃู ู
ุฃู
ูู
ุงً ููุง ูุงู : ุฃุฏุงุก ، ููุง ูุถุงุก ، ููุง ูุฑุถ ุงูููุช » .
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Rasulullah shallallรขhu alaihi wa sallam saat mendirikan shalat, beliau mengucapkan Allahu akbar, dan beliau tidak mengucapkan apapun sebelumnya, dan tidak pula melafalkan niat sedikitpun, tidak juga mengucapkan ‘Usholli Lillahi Sholata Kadza Mustaqbilal Qiblati Arba’a Roka’atin Imaman/Ma’muman’, tidak pula mengucapkan ‘Ada’an/Qodlo’an’ atau fardlu waktu”.
ูููู ุงูุดّูุฎ ุชّูู ุงูุฏّูู ุงุจู ุชูู
ّูุฉ ุงุชّูุงู ุงูุฃุฆู
ّุฉ ุนูู ุนุฏู
ู
ุดุฑูุนّูุฉ ุงูุฌูุฑ ุจุงّّูููุฉ ูุชูุฑูุฑูุง ููุงู : ุงูุฌุงูุฑ ุจูุง ู
ุณุชุญّู ููุชّุนุฒูุฑ ุจุนุฏ ุชุนุฑููู ูุง ุณّูู
ุง ุฅุฐุง ุฃุฐู ุจู ุฃู ูุฑّุฑู.
Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah meriwayatkan kesepakatan para imam tentang tidak disyariatkannya mengeraskan (sekali lagi, mengeraskan, bukan sekedar melafalkan) niat dan mengulang-ulangnya. Beliau berkata, “Orang yang mengeraskan niat layak untuk dita’zir setelah diperingatkan, apalagi jika sampai mengganggu orang lain atau dia mengulang-ulangnya”. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah: 16, 191)
Para Ulama berbeda pendapat mengenai ‘manakah yang lebih utama antara melafalkan niat dan tidak melafalkannya’? mayoritas Ulama mengatakan Sunnah dengan catatan tidak dikeraskan sehingga dikhawatirkan dapat menggangu orang lain. Sedangkan minoritas Ulama mengatakan mengucapkan niat secara pelan hukumya makruh.

Pada saat sebuah hukum menjadi hal yang masih diperselisihkan oleh para Ulama, maka kita tidak diperkenakan menyalahkan, menyesatkan atau membid’ahkan umat muslim yang melafalkan niat, karna yang demikian itu memiliki didasarkan pada pendapat mayoritas Ulama.
Begitu pula sebaliknya, jika sebagian umat muslim tidak melafalkannya, umat muslim yang lain tidak boleh mengejek, mencemooh atau menghinanya, karna apa yang mereka lakukan juga dinyatakan oleh sebagian ulama, kendatipun pendapat tersebut merupakan pendapat minoritas.
Sikap saling menyalahkan antar umat muslim atas sebuah hukum yang masih diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana kasus ‘melafalkan niat’ diatas menunjukkan ‘kerendahan ilmu agama seseorang dan sikap arogansi fanatic membabi buta terhadap pendapatnya dengan mengklaim secara sepihak bahwa pendapatnyalah yang benar sedangkan pendapat orang lain salah’.
Sebuah sikap yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang yang memiliki wawasan luas dan berilmu tinggi.
0 Komentar untuk "KAJIAN KOMPARATIF TENTANG MENGUCAPKAN NIAT DENGAN LISAN"