PROPORSIONALITAS IMAM IBNU TAYMIYYAH DALAM MENGHUKUMI MELAFALKAN NIAT DALAM IBADAH
Ibnu Taimiyyah, salah seorang Ulama besar dari madzhab Hanbali memberikan penjelasan proporsional mengenai hukum melafalkan niat pada saat seseorang akan melaksanakan ibadah.
Dalam kitab Majmu Fatawa yang merupakan kumpulan fatwa-fatwa beliau ditegaskan:
مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 18 / ص 264)
وَقَدْ تَنَازَعَ النَّاسُ : هَلْ يُسْتَحَبُّ التَّلَفُّظُ بِالنِّيَّةِ ؟ فَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَد : يُسْتَحَبُّ لِيَكُونَ أَبْلَغَ ؛
Artinya: Para Ulama berbeda pendapat [mengenai], apakah disunnahkan melafalkan niat? [1] sekelompok ulama dari madzhab Abu Hanifah, imam Syafi’iy dan imam Ahmad mengatakan Sunnah [melafalkan niat], agar lebih mengukuhkan.
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَأَحْمَد : لَا يُسْتَحَبُّ لِيَكُونَ بَلْ التَّلَفُّظُ بِهَا بِدْعَةٌ ؛ فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ وَالتَّابِعِينَ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ وَاحِدٍ مِنْهُمْ أَنَّهُ تَكَلَّمَ بِلَفْظِ النِّيَّةِ لَا فِي صَلَاةٍ وَلَا طَهَارَةٍ وَلَا صِيَامٍ
Sekelompok Ulama dari kalangan imam Malikiy dan Ahmad tidak disunnahkan melafalkan niat, karena hal itu adalah bid’ah, karna tidak pernah ada riwayat dari Rasulullah saw, atau dari para sahabat, maupun para tabi’in yang melafalkan niat, baik pada waktu hendak sholat, bersuci maupun puasa.
قَالُوا : لِأَنَّهَا تَحْصُلُ مَعَ الْعِلْمِ بِالْفِعْلِ ضَرُورَةً فَالتَّكَلُّمُ بِهَا نَوْعُ هَوَسٍ وَعَبَثٍ وَهَذَيَانٍ وَالنِّيَّةُ تَكُونُ فِي قَلْبِ الْإِنْسَانِ وَيَعْتَقِدُ أَنَّهَا لَيْسَتْ فِي قَلْبِهِ فَيُرِيدُ تَحْصِيلَهَا بِلِسَانِهِ وَتَحْصِيلُ الْحَاصِلِ مُحَالٌ فَلِذَلِكَ يَقَعُ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فِي أَنْوَاعٍ مِنْ الْوَسْوَاسِ . وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَسُوغُ الْجَهْرُ بِالنِّيَّةِ لَا لِإِمَامِ وَلَا لِمَأْمُومِ وَلَا لِمُنْفَرِدِ وَلَا يُسْتَحَبُّ تَكْرِيرُهَا وَإِنَّمَا النِّزَاعُ بَيْنَهُمْ فِي التَّكَلُّمِ بِهَا سِرًّا : هَلْ يُكْرَهُ أَوْ يُسْتَحَبُّ ؟
Mereka [yang tidak mensunnahkan melafalkan niat] berkata: karna sudah pasti, niat dalam hati dapat dilaksanakn dengan ia mengetahui akan melakukan. Melafalkan niat merupakan bentuk keranjingan, bermain-main dan halusinasi. Niat dilakukan didalam hati, [orang yang melafalkan niat] meyakini bahwa niat tidak dilakukan dalam hati, oleh karnanya dia melakukannya dengan cara mengucapkan menggunakan lisan, berusaha memperoleh hal yang telah diperoleh adalah hal yang mustahil. Oleh karnanya, banyak sekali terjadi orang-orang terjerumus dalam waswas. Para Ulama sepakat bahwa tidak diperkenakan mengeraskan niat, baik bagi imam maupun makmum dan tidak disunnahkan pula mengulang-ngulang niat. Perbedaan pendapat diantara para Ulama mengenai hukum melafalkan niat dengan suara pelan, apakah makruh atau sunnah. (Al-Majmu al-Fatawa: 18, 264)
Ibnu Taimiyyah mengakui adanya kontradiksi diantara para ulama mengenai hukum melafalkan niat dengan suara pelan.
Sebagian Ulama dari kalangan madzhab Hanafi, Syafi’iy dan Hanbali menghukumi SUNNAH. Sementara, sebagian ulama dari kalangan madzhab Maliki dan Hanbaliy menghukumi MAKRUH.
Ibnu Taymiyyah mengakui dan tidak menutup mata bahwa masalah melafalkan niat pada saat melaksanakan ibadah merupakan masalah khilafiyyah diantara para Ulama, kendatipun beliau sediri lebih cenderung pada pendapat yang mengatakan makruh.
Kedua pendapat diatas dijelaskan oleh Ibnu Taymiyyah secara proporsional dan tidak membuangnya begitu saja seolah-oleh tidak pernah ada. Beliau mengakui keberadaan pendapat tersebut sekalipun beliau sendiri memiliki pandangan yang berbeda.
Sikap Ibnu Taymiyyah yang berani mengakui sebuah pendapat Ulama sekalipun beliau sendiri tidak menyetujuinya merupakan sikap yang harus diteladani oleh segenap umat muslim.
Jangan sampai kita terjebak pada sikap fanatisme buta yang beranggapan hanya pendapatnyalah yang layak diikuti sedangkan pendapat orang lain tidak.
0 Komentar untuk "PROPORSIONALITAS IMAM IBNU TAYMIYYAH DALAM MENGHUKUMI MELAFALKAN NIAT DALAM IBADAH"