JIKA SYARIFAH MENIKAH DENGAN NON-SYARIF, APAKAH PUTRANYA MASIH BERSTATUS SEBAGAI SYARIF-SYARIFAH

JIKA SYARIFAH MENIKAH DENGAN NON-SYARIF, APAKAH PUTRANYA MASIH BERSTATUS SEBAGAI SYARIF-SYARIFAH

Dalam sebuah kesempatan, salah seorang teman bertanya kepada penulis mengenai status anak sesoang wanita Syarifah, sementara suaminya non-Syarih (baca: orang biasa), apakah anaknya berstatus Syarif atau Syarifah atau menjadi Syarif atau Syarifah (baca: orang biasa)

Masalah ini sebenarnya telah dijawaban oleh para ulama dalam karya-karyanya sejak dahulu kala. Mari kita perhatikan penjelasan para Ulama berikut:

أسنى المطالب  - (ج 3 / ص 106)
سُئِلَ ابْنُ ظَهِيرَةَ عَنْ أَوْلَادِ بَنَاتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ فَاطِمَةَ هَلْ لَهُمْ رُتْبَةُ الشَّرَفِ وَهَلْ يَكُونُونَ وَأَوْلَادَ فَاطِمَةَ سَوَاءً فِي جَمِيعِ الْأَحْكَامِ أَمْ لَا ؟ فَأَجَابَ بِأَنَّ الشَّرَفَ إنَّمَا هُوَ فِي وَلَدِ فَاطِمَةَ دُونَ سَائِرِ بَنَاتِهِ مَعَ أَنَّهُ لَيْسَ لِأَحَدٍ مِنْهُنَّ عَقَبٌ إلَّا فَاطِمَةُ وَالشَّرَفُ مُخْتَصٌّ بِأَوْلَادِهَا الذُّكُورِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَمُحْسِنٍ فَأَمَّا مُحْسِنٌ فَمَاتَ صَغِيرًا فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْعَقَبُ لِلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَإِنَّمَا اخْتَصَّا بِالشَّرَفِ هُمَا وَذُرِّيَّتُهُمَا لِأُمُورٍ كَثِيرَةٍ مِنْهَا كَوْنُ أُمِّهِمَا أَفْضَلُ بَنَاتِهِ وَكَوْنُهَا سَيِّدَةُ نِسَاءِ الْعَالَمِ وَسَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّهَا بِضْعَةٌ مِنِّي يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا وَكَوْنُهَا أَشْبَهَ بَنَاتِهِ بِهِ فِي الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ حَتَّى فِي الْجَنَّةِ ، وَمِنْهَا إكْرَامُهُ لَهَا حَتَّى أَنَّهَا إذَا جَاءَتْ إلَيْهِ قَامَ لَهَا وَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ وَكُلُّ ذَلِكَ لِسِرٍّ أَوْدَعَهُ اللَّهُ فِيهَا وَمِنْهَا كَوْنُهُمَا شَارَكَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَسَبِهِ فَإِنَّهُمَا هَاشِمِيَّانِ وَمَحَبَّتُهُ لَهُمَا وَكَوْنُهُمَا سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Artinya: Ibnu Dzohiroh pernah ditanya mengenai cucu dari putri-putri beliau selain Fatiman, apakah mereka juga memiliki derajat yang mulya (berstatus Syarif atau Syarifah), apakah mereka memiliki hukum yang sama dengan hukum putra-putri Fatimah? Beliau menjawab: status mulya (Syarif atau Syarifah) hanya berlaku untuk putra putri Fatimah, tidak untuk selain putra putri Fatimah. Disamping itu, tidak seorangpun putri Nabi yang memiliki keturuan kecuali Fatiman. Status status mulya (Syarif atau Syarifah) hanya berlaku untuk anak Fatimah yang laki-laki, yakni Hasan, Husain dan Muhsin. Muhsin telah meninggal dunia diwaktu kecil pada saat nabi Muhammad masih hidup, sedangkan yang memiliki keturunan hanyalah Hasan dan Husain. status mulya (Syarif atau Syarifah) hanya diberlakukan untuk mereka berdua beserta keturuannya karna bebarapa hal. Antara lain: [1] Ibu mereka merupakan putri Nabi yang paling mulya. [2] sayyidah Fatimah adalah penghulu (sayyidah) wanita seluruh dunia serta penghulu (sayyidah) seluruh wanita kelak disurga. Rosul bersabda: “dia (Fatimah) adalah bagian dariku. Apa yang membahagiakan dia juga akan membahagiakanku, dan apa yang menyakiti dia juga akan menyakitiku”. [3] Fatimah adalah putri yang mirip dengan nabi, baik dalam fisik maupun ahlak hingga disurga. [4] Nabi memulyakan dia, sehingga apabila ia datang kepada Nabi, beliau akan berdiri dan menyuruh duduk ditempatnya. Semua itu karna ada sebuah rahasia tersembunyi (sirr) yang telah dititipkan oleh Alloh kepadanya. [5] Hasan dan Husain sama dengan Nabi saw dalam hal nasab. Keduanya merupakan bani Hasyim, Nabi mencintainya dan mereka berdua merupakan penghulu para pemuda yang masuk surga. (Asna al-Matholib: III, 106)

Putra dari seorang wanita yang berstatus Syarifah yang menikah dengan non-Syarif  tidaklah bertatus sebagai Syarif atau Syarifah lagi, karna nasab mengikuti jalur ayah bukan Ibu. kecuali putra-putra Sayyidah Fatimah beserta keturunannya, maka tetap dikatakan Syarif atau Syarifah yang memiliki hubungan nasab dengan Rosululloh sekalipun dari jalur anak perempuan. Karna Sayyidah Fatimah memiliki kekhusuan yang tidak memiliki oleh perempuan lain, sehingga putra-putra sekaligus anak cucunya tetap bernasab kepada Rosululloh.

Kendatipun anak tersebut tidak lagi berstatus sebagai Syarif atau Syarifah, namun mereka memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak lain, karna mereka bernasab muliya dari jalur Ibu sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Nawawiy al-Bantaniy berikut:

نهاية الزين (ص : 167)
ﻭاﻟﺸﺮﻳﻒ ﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻟﻪ ﻧﺴﺐ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﻷﺏ ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺬﻱ ﻧﺴﺒﻪ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﻷﻡ ﻓﻘﻂ ﻓﻠﻴﺲ ﺷﺮﻳﻔﺎ ﻧﻌﻢ ﻟﻪ ﻣﺰﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻧﺴﺒﺔ ﺃﺻﻼ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺫﺭﻳﺘﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﻦ ﺃﻗﺎﺭﺑﻪ

Artinya: Syarif [atau Syarifah] adalah anak yang memiliki nasab dari jalur ayah. Adapaun anak yang memiliki nasab dari jalur ibu saja, maka tidak disebut dengan  Syarif [atau Syarifah]. Kendatipun demikian, mereka memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hubungan nasab [baik dari jalur ayah maupun ibu], karna mereka merupakan putra-putri keturunan Rosululloh dan keluarganya. (Nihayah al-Zain: 167)

Kendatipun anak tersebut tidak lagi berstatus Syarif atau Syarifah, namun mereka memiliki kelebihan dibandingkan dengan anak yang terlahir dari bukan Syarif atau Syarifah, sebab mereka terlahir dari Ibu yang bernasab dengan Rosululloh saw.

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "JIKA SYARIFAH MENIKAH DENGAN NON-SYARIF, APAKAH PUTRANYA MASIH BERSTATUS SEBAGAI SYARIF-SYARIFAH"

 
Copyright © 2015 Rihlatuna - All Rights Reserved
Editor By Hudas
Back To Top