BAGAIMANA SAINS MENANGKIS WABAH PENYAKIT?

Wabah penyakit yang memakan korban hingga ribuan orang sudah terjadi sejak dahulu kala. Di masa lalu, wabah ini sama sekali tidak diketahui penyelesaiannya dan para penderitanya tidak dirawat dengan benar, karena sains belum berkembang.
Contohnya adalah Maut Hitam (The Black Death) di Eropa yang terjadi kisaran 1330-an. Wabah ini adalah salah satu kisah dramatis mengenai wabah mematikan di Eropa dan Asia Barat.
Waktu itu, orang² tiba² menderita benjolan berisi kelenjar getah bening di tubuh mereka. Benjolan² muncul di leher, ketiak atau pangkal paha. Mereka yang menderita penyakit ini rata-rata hanya sanggup bertahan hidup seminggu.
Memang ada sebagian penderita yang berhasil sembuh, namun kebanyakan meninggal. Bisa dibayangkan betapa ngerinya keadaan waktu itu. Mayat digotong hilir-mudik adalah pemandangan setiap waktu.
Setengah hingga dua per tiga penduduk Eropa mati. Penduduk Paris tersisa hanya separuh. Kota Florence tersisa 50 ribu orang pada tahun 1351, padahal 13 tahun sebelumnya berjumlah 110 ribu. Kota Hamburg dan Bremen di Jerman kehilangan penduduk sebanyak 60%.
Masa-masa itu adalah masa-masa ketidakberdayaan. Pemerintah kebingungan mau berbuat apa. Para biarawan hanya sanggup merapal doa dan jampi². Para dokter waktu itu malah menyalahkan orang Yahudi. Setan dan demit dikambinghitamkan. Orang yang kena penyakit kulit seperti kusta diasingkan, bahkan dipersekusi. Mereka yang punya jerawat besar dikucilkan. Semua itu akibat ketidaktahuan.
Waktu itu manusia memang belum tahu banyak. Bahkan adanya makhluk bernama bakteri pun mereka belum tahu.
Kini, sains modern meyakini bahwa wabah itu disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis yang menyebar melalui tikus dan kutu hewan. Hewan² itu menyeberang melalui kapal layar pedagang ke daratan Eropa, lalu mengagetkan benua itu dengan sebuah wabah mematikan.
***
Di era modern ini, pengetahuan modern sudah tahu banyak. Perangkat medis kita sudah makin membaik. Wabah penyakit yang mematikan berhasil ditangkis dengan cepat. Korban memang masih ada, tapi jumlahnya tidak sefantastis wabah Maut Hitam. Itulah capaian sains.
Selama dua dekade ini umat manusia diserang oleh virus mematikan bertubi². Tahun 2002 kita diserang oleh SARS, tahun 2005 oleh flu burung, tahun 2009 oleh flu babi, lalu tahun 2014 oleh virus Ebola. Namun statistik korbannya amatlah sedikit. SARS, misalnya, sempat dikhawatirkan akan mengulangi bencana Maut Hitam, tapi ternyata bisa diatasi dengan korban tidak lebih dari 1000 jiwa.
Semua itu berkat wawasan medis kita sudah sangat baik. Kita sudah memiliki perangkat sangat praktis untuk membuat vaksin, antibiotik, peningkatan kebersihan dan infrastruktur medis yang mengagumkan.
Dulu pernah ada wabah penyakit Sampar (smallpox) yang korbannya, innalillah, bahkan sanggup meruntuhkan peradaban di Amerika Selatan. Pada tahun 1979, WHO mengumumkan kemenangan umat manusia atas virus ini, berkat program vaksinasi terhadap anak-anak selama bertahun-tahun di berbagai negara. Kini kita hampir tidak pernah mendengar ada orang yang meninggal akibat penyakit ini.
Contoh kemenangan lain adalah polio. Dulu semasa saya kecil, saya dikasih vaksin untuk dimakan dari pihak sekolah saya. Itu adalah masa-masa menjalankan program vaksinasi massal untuk memerangi polio. Saya tidak tahu apakah anak² sekarang dikasih vaksin ini. Hanya saja, statistik menunjukkan bahwa penyakit ini telah direduksi hingga 99%. Itu sungguh kemenangan besar.
Kasus virus Ebola dan AIDS adalah perkecualian menarik. Kedua virus ini belum diketahui obatnya, namun perawatan terbaik terhadap penderitanya sudah bisa dilakukan. Medis saintifik baru hanya sanggup memberikan perawatan terbaik, belum sanggup ke tahap pengobatan. Namun hal itu sangat berguna untuk mencegah penyebaran virusnya ke orang lain.
Virus Ebola sempat mengejutkan karena memakan korban 11 ribu jiwa (dari 30 ribu yang terinfeksi). Namun, berkat penanganan yang intensif dan perawatan yang baik, virus ini tidak pernah menyebar keluar dari Afrika Barat. Hingga kini, para saintis sedang berjuang untuk mendapatkan obat bagi penderita penyakit akibat dua virus itu.
Itulah kisah singkat kemenangan manusia yang bertubi² melawan wabah penyakit mematikan. Kita patut berdecak kagum. Kita patut berbangga karena itu adalah kemenangan kita.
Virus Corona (2019-NCoV) yang melanda Wuhan kali ini memang cukup mengkhawatirkan. Korban yang berjatuhan sudah cukup banyak. Hanya saja, kita perlu optimis bahwa keterampilan medis umat manusia bisa mengulangi kesuksesan² sebelumnya. Kita perlu mendukung setiap jerih-payah yang sedang dikerahkan di sana.
Namun sejarah sains belum terbukti menang melawan satu penyakit umat manusia: hawa nafsu. Kita belum bisa 100% jumawa.
***
Yang paling mengerikan dari kemampuan manusia menangani virus² mematikan adalah efek sampingnya. Kita sedang waswas dengan tindakan jahil manusia untuk menjadikan virus² itu sebagai senjata pe
musnah massal.
Kemungkinan mengerikan ini disebutkan dalam kitab "Al-Usus wa al-Muntalaqat," karya Habib al-'Adani, sebagai salah satu tanda² kiamat. Manusia melalui sains memang berhasil menangkis wabah² penyakit mematikan, tapi senjata pemusnah massal juga buah tangan manusia melalui sains. Yang pertama didorong oleh rasa kemanusiaan yang murni, yang kedua didorong oleh hawa nafsu.
Menariknya, kekhawatiran yang sama disebutkan oleh Yuval Noah Harari dalam "Homo Deus." Alat yang membuat para dokter sanggup secara cepat mendiagnosa dan mengobati penyakit baru juga bisa membuat para serdadu dan teroris mengembangkan penyakit yang jauh lebih mematikan, kata Yuval.
Kedua pandangan itu menarik sebab diutarakan oleh dua orang berbeda. Yang satu adalah orang beriman, yang lain adalah ateis. Jelas sekali, untuk urusan hawa nafsu yang berakibat buruk kepada orang banyak, agama dan ateisme sama² khawatirnya.[]
Penulis: Muhammad Hilal
0 Komentar untuk "BAGAIMANA SAINS MENANGKIS WABAH PENYAKIT?"