Dalam sebuah hadits Rosululloh SAW. bersabda:
- ﻭﻋﻦ ﺃﻧﺲ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: «ﺭﺻﻮا ﺻﻔﻮﻑﻛﻢ، ﻭﻗﺎﺭﺑﻮا ﺑﻴﻨﻬﺎ، ﻭﺣﺎﺫﻭا ﺑﺎﻷﻋﻨﺎﻕ (¬1)؛ ﻓﻮاﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ ﺇﻧﻲ ﻷﺭﻯ اﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻳﺪﺧﻞ ﻣﻦ ﺧﻠﻞ اﻟﺼﻒ، ﻛﺄﻧﻬﺎ اﻟﺤﺬﻑ» ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻁ ﻣﺴﻠﻢ. (¬2)
Artinya, “(Dari sahabat Anas RA, Rasulullah SAW bersabda: “Rapatkanlah shaff kalian, dekatkanlah antara shaff, dan ratakanlah leher kalian. Demi Dzat yang jiwaku di dalam genggaman tangan-Nya, sungguh aku melihat syaithan menyusup di celah-celah shaff seperti anak kambing” (Hadits Shohih Riwayat Abu Dawud)
Ibnu Alan As-Shiddiqi dalam kitab Dalilul Falihin menjelaskan makna hadits diatas:
وعن أنس رضي اللّه عنه أن رسول اللّه قال: رصوا صفوفكم) أي حتى لا يبقى فيها فرجة ولا خلل (وقاربوا بينها) بأن يكون ما بين كل صفين ثلاثة أذرع تقريباً، فإن بعد صف عما قبله أكثر من ذلك كره لهم وفاتهم فضيلة الجماعة حيث لا عذر من حر أو برد شديد
Artinya, “(Dari sahabat Anas RA, Rasulullah bersabda, ‘Susunlah shaf kalian’) sehingga tidak ada celah dan longgar (dekatkanlah antara keduanya) antara dua shaf kurang lebih berjarak tiga hasta. Jika sebuah shaf berjarak lebih jauh dari itu dari shaf sebelumnya, maka hal itu dimakruh dan luput keutamaan berjamaah sekira tidak ada uzur cuaca panas atau sangat dingin misalnya,” (Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin, juz VI, halaman 424).
Pada dasarnya posisi makmum yang berdiri terpisah dalam shalat berjamaah (termasuk Jumat yang wajib dilakukan berjamaah) termasuk makruh. Makmum harus membentuk barisan shaf atau ikut ke dalam shaf yang sudah ada.
Pada dasarnya posisi makmum yang berdiri terpisah dalam shalat berjamaah (termasuk Jumat yang wajib dilakukan berjamaah) termasuk makruh. Makmum harus membentuk barisan shaf atau ikut ke dalam shaf yang sudah ada.
وَيُكْرَهُ وُقُوفُ الْمَأْمُومِ فَرْدًا، بَلْ يَدْخُلُ الصَّفَّ إنْ وَجَدَ سَعَةً
Artinya, “Posisi berdiri makmum yang terpisah dimakruh, tetapi ia masuk ke dalam shaf jika menemukan ruang kosong yang memadai,” (Imam An-Nawawi, Minhajut Thalibin).
Syihabuddin Al-Qalyubi menjelaskan kata “fardan” atau terpisah sendiri di mana kanan dan kiri makmum terdapat jarak yang kosong sekira dapat diisi oleh satu orang atau lebih.
Pandangan ini sejalan dengan tuntutan untuk social distancing atau jaga jarak aman penularan Covid-19.
قوله (فردا) بأن يكون في كل من جانبيه فرجة تسع واقفا فأكثر
Artinya, “Maksud kata (terpisah sendiri) adalah di mana setiap sisi kanan dan kirinya terdapat celah yang memungkinkan satu orang atau lebih berdiri,” (Syihabuddin Al-Qalyubi, Hasyiyah Qaliyubi wa Umairah, [Kairo, Al-Masyhad Al-Husaini: tanpa tahun], juz I, halaman 239).
Namun, ketika ada sekadar uzur atau bahkan situasi darurat yang sangat mendesak seperti darurat penyebaran Covid-19, makmum boleh menjaga jarak satu sama lain sebagaimana keterangan Ibnu Hajar berikut ini:
نَعَمْ إنْ كَانَ تَأَخُّرُهُمْ لِعُذْرٍ كَوَقْتِ الْحَرِّ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَلَا كَرَاهَةَ وَلَا تَقْصِيرَ كَمَا هُوَ ظَاهِر
Artinya “Tetapi jika mereka tertinggal (terpisah) dari shaf karena uzur seperti saat cuaca panas di masjidil haram, maka tidak (dianggap) makruh dan lalai sebagaimana zahir,” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2011], halaman 296).
Jarak aman (social distancing) antarjamaah dan antarashaf minimal 1 meter dalam situasi uzur atau bahkan darurat tidak membatalkan shalat berjamaah dan Shalat Jumat. Hal ini disampaikan oleh Imam An-Nawawi dalam karyanya yang lain, Raudhatut Thalibin.
إذا دخل رجل والجماعة في الصلاة كره أن يقف منفردا بل إن وجد فرجة أو سعة في الصف دخلها… ولو وقف منفردا صحت صلاته
Artinya, “Jika seorang masuk sementara jamaah sedang shalat, maka ia makruh untuk berdiri sendiri. Tetapi jika ia menemukan celah atau tempat yang luas pada shaf tersebut, hendaknya ia mengisi celah tersebut… tetapi jika ia berdiri sendiri, maka shalatnya tetap sah,” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 356).
0 Komentar untuk "Sholat Renggang Karna Covid-19 Tetap Mendapatkan Fadilah Jema'ah"