Ramadlan adalah bulan istimewa, diantaranya adalah karna pahala ibadah dilipatgandangakan sedemikian rupa. Disamping itu, al-Qur’an juga sesuatu yang sangat istimewa, tidak saja dari sisi fungsionalnya sebagai sumber nomor satu dalam memahami dan menjalani agama Islam, tetapi juga karna kedudukannya sebagai kalam (firman) Alloh, mu’jizat terbesar yang diberikan pada rosul terbesar pula.
Dari sisi fungsional, terhadap pembaca al-Qur’an dituntut kemampuan untuk mengetahui dan memahami kandungan yang terdapat didalamnya, karna hanya dengan kemampuan itulah seseorang akan mampu memetik hikmahnya. Tetapi karna keistimewaan al-Qu’an tidak terbatas dalam pengertian fungsional, maka tanpa pemahaman yang memadaipun, setiap muslim tetap berhak untuk menikmati al-Qur’an. Bentuk paling sederhana dalam menikmati al-Qur’an adalah membacanya, dan untuk amal ini dijanjikan pahala yang besar, karna salah satu unsur definisi al-Qur’an adalah al-muta’abbad bi tilawatih, membacanya walaupun tanpa pemahaman atas maknanya termasuk ibadah. Seperti amal ibadah yang lain, dalam bulan Ramadlan pahala membaca al-Qur’an juga dilipat gandakan.
Memperbanyak membaca al-Qur’an khususnya dibulan Romadlon sangat dianjurkan agama islam, baik dibaca sendirian maupun bersama-sama, dalam arti, satu orang membaca dan yang lain mendengarkan, sebagaimana yang termaktub dalam Hawasyi al-Syarwani berikut:
Artinya: sangat di sunnahkan hukumnya membaca al-Qur’an dibulan Romadlon, begitupula sangat di sunnahkan untuk ber ‘tadarus’, yakni dia membaca al-Qur’an dengan didengarkan yang lain, lalu yang lain membacanya seraya didengar oleh dia. keterangan dalam kitab Nihayah dan Mughniy. Dalam kitab al-‘Iab ada tambahan; baik yang dibaca adalah ayat yang telah dibaca oleh orang pertama atau ayat lainnya. Redaksi imam Ali Syabromallisyi, maksud “yang lain membacanya seraya didengar oleh dia’, sekalipun yang ia baca oleh lain bukanlah ayat yang telah dibaca oleh orang pertama. Termasuk diantaranya adalah apa yang disebut dimasa sekarang dengan istilah ‘mudarosah’ yang dalam redaksi kitab dikenal dengan istilah ‘idaroh’. (Hawasyi al-Syarwaniy: III, 427)
Definisi ‘mudarosah’ yang ditampilkan oleh para imam madzhab Syafi’iy diatas adalah esensi dari tadarus yang biasa dilakukan umat Islam pada bulan Romadlon, dimana orang-orang berkumpul dalam satu majlis untuk membaca al-Qur’an secara bergantian, satu orang membaca dan yang lain menyimak.
Penjelasan para imam madzhab Syafi’iy ini merujuk kepada hadits shohih riwayat Bukhori dari sahabat Ibnu Abbas
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Rosululloh saw adalah orang yang paling pemurah, sedangkan saat yang paling pemurah bagi beliau pada saat bulan Romadlon adalah ketika malaikat Jibril mengunjungi nabi. Malaikat Jibril mengunjungi nabi setiap malam pada bulan Romadlon lalu melakukan ‘mudarosah’ al-Qur’an dengan nabi. Rosululloh saw lebih pemurah dari pada angina yang berhembus. (HR. Bukhoriy)
Dari penjelasan diatas dapat kita simpukan, tradisi ‘tadarus’ yang biasa dilakukan umat muslim di nusantara merupakan tradisi yang dianjurkan oleh agama dan memiliki nilai pahala yang sangat besar, dan sudah seharusnya bagi kita umat muslim untuk slalu melesatarikannya.
Dari sisi fungsional, terhadap pembaca al-Qur’an dituntut kemampuan untuk mengetahui dan memahami kandungan yang terdapat didalamnya, karna hanya dengan kemampuan itulah seseorang akan mampu memetik hikmahnya. Tetapi karna keistimewaan al-Qu’an tidak terbatas dalam pengertian fungsional, maka tanpa pemahaman yang memadaipun, setiap muslim tetap berhak untuk menikmati al-Qur’an. Bentuk paling sederhana dalam menikmati al-Qur’an adalah membacanya, dan untuk amal ini dijanjikan pahala yang besar, karna salah satu unsur definisi al-Qur’an adalah al-muta’abbad bi tilawatih, membacanya walaupun tanpa pemahaman atas maknanya termasuk ibadah. Seperti amal ibadah yang lain, dalam bulan Ramadlan pahala membaca al-Qur’an juga dilipat gandakan.
Memperbanyak membaca al-Qur’an khususnya dibulan Romadlon sangat dianjurkan agama islam, baik dibaca sendirian maupun bersama-sama, dalam arti, satu orang membaca dan yang lain mendengarkan, sebagaimana yang termaktub dalam Hawasyi al-Syarwani berikut:
( وَتِلَاوَةَ الْقُرْآنِ ) أَيْ وَمُدَارَسَتَهُ وَهِيَ أَنْ يَقْرَأَ عَلَى غَيْرِهِ وَيَقْرَأَ غَيْرُهُ عَلَيْهِ نِهَايَةٌ وَمُغْنِي زَادَ الْإِيعَابُ مَا قَرَأَهُ أَوْ غَيْرُهُ كَمَا اقْتَضَاهُ إطْلَاقُهُمْ ا هـ عِبَارَةُ ع ش قَوْلُهُ وَيَقْرَأُ غَيْرُهُ إلَخْ أَيْ : وَلَوْ غَيْرَ مَا قَرَأَهُ الْأَوَّلُ فَمِنْهُ مَا يُسَمَّى بِالْمُدَارَسَةِ الْآنَ وَهِيَ الْمُعَبَّرُ عَنْهَا فِي كَلَامِهِمْ بِالْإِدَارَةِ ا هـ حواشي الشرواني - (ج 3 / ص 742)
Artinya: sangat di sunnahkan hukumnya membaca al-Qur’an dibulan Romadlon, begitupula sangat di sunnahkan untuk ber ‘tadarus’, yakni dia membaca al-Qur’an dengan didengarkan yang lain, lalu yang lain membacanya seraya didengar oleh dia. keterangan dalam kitab Nihayah dan Mughniy. Dalam kitab al-‘Iab ada tambahan; baik yang dibaca adalah ayat yang telah dibaca oleh orang pertama atau ayat lainnya. Redaksi imam Ali Syabromallisyi, maksud “yang lain membacanya seraya didengar oleh dia’, sekalipun yang ia baca oleh lain bukanlah ayat yang telah dibaca oleh orang pertama. Termasuk diantaranya adalah apa yang disebut dimasa sekarang dengan istilah ‘mudarosah’ yang dalam redaksi kitab dikenal dengan istilah ‘idaroh’. (Hawasyi al-Syarwaniy: III, 427)
Definisi ‘mudarosah’ yang ditampilkan oleh para imam madzhab Syafi’iy diatas adalah esensi dari tadarus yang biasa dilakukan umat Islam pada bulan Romadlon, dimana orang-orang berkumpul dalam satu majlis untuk membaca al-Qur’an secara bergantian, satu orang membaca dan yang lain menyimak.
Penjelasan para imam madzhab Syafi’iy ini merujuk kepada hadits shohih riwayat Bukhori dari sahabat Ibnu Abbas
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Dari penjelasan diatas dapat kita simpukan, tradisi ‘tadarus’ yang biasa dilakukan umat muslim di nusantara merupakan tradisi yang dianjurkan oleh agama dan memiliki nilai pahala yang sangat besar, dan sudah seharusnya bagi kita umat muslim untuk slalu melesatarikannya.

0 Komentar untuk "Tadarus, Adakah Dalilnya???"