IMSAK BUKAN BID’AH? (Menjawab Tuduhan Salafi Wahabi)



Salah satu tradisi yang sampai ini dilestarikan oleh masyarakat nusantra pada saat bulan puasa adalah imsak. Imsak adalah salah satu bentuk kehati-hatian agar supaya ketika kita sahur tidak masuk dalam waktu yang sudah dilarang untuk makan dan minum. imsak bukanlah awal dari ibadah puasa sebagaimana dituduhkan oleh sebagaian orang. imsak merupakan bagian dari ikhiyat, artinya waktu imsak diperlukan dalam rangka untuk menjauhkan kita dari kesalahan untuk makan dan minum, maksudnya supaya kita hati-hati dan tidak makan dan minum pada saat tersebut.

Namun, dalam beberapa tahun ini muncul fatwa dari Ulama Wahaby yang menfatwakan tentang terlarangnya dan sesatnya jadwal waktu Imsakiyah yang muncul pada bulan Ramadhan, fatwa ini menurut pandangan para wahaby disebabkan ada beberapa hal yaitu waktu imsak adalah bid’ah dan tidak ada pada zaman nabi, waktu imsak di ‘asumsikan’ wahaby sebagai awal waktu berpuasa padahal mengakhirkan waktu sahur adalah sunnah dan utama, waktu imsak termasuk dalam kategori membuat syariat baru dan kalaupun ada tentu nabi telah melakukannya. Beberapa alasan tersebut begitu mengemuka lewadi permukaan dan difatwakan untuk mensesatkan jadwal waktu imsakiyah yang berkembang di masyarakat, utamanya di daerah muslim Sunni.

Benarkah fatwa mereka? ataukah hanya sebatas tuduhan belaka karna tidak memahami dalil yang ada? Untuk menguji sebuah pendapat, kita harus mengkajinya lewat dalil-dalil yang ada, bukan hanya sebatas sekedar mengikuti orang yang dianggap panutan oleh mereka dengan membabi buta!

Sebagaimana dijelaskan dimuka, bahwa imsak bukanlah awal dari puasa sebagaimana yang diasumsikan oleh para wahabiy, awal puasa adalah terbitnya fajar. Disebutkan dalam sebuah shohih riwayat Bukhoriy

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِىَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ » . ثُمَّ قَالَ وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لاَ يُنَادِى حَتَّى يُقَالَ لَهُ أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ صحيح البخارى - (ج 3 / ص 48)
Artinya: dari Salim bin Abdillah dari ayahnya, Rosululloh saw bersabda: “sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari. makan dan minumlah kalian semua hinnga Ibnu Ummi Maktum adzan.” Lalu dia melanjutkan, Ibnu Ummi Maktum adalah orang buta, dia tidak akan adzan kecuali setelah dikatakan padanya, sudah subuh, sudah subuh.

Berdasarkan haidts ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa awal ibadah puasa adalah terbitnya fajar, bukan imsak sebagaimana yang diasumsikan oleh kelompok wahabi. Disebutkan dalam kitab Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd:

وَالْمَشْهُورُ عَنْ مَالِكٍ وَعَلَيْهِ الْجُمْهُورُ أَنَّ الْأَكْلَ يَجُوزُ أَنْ يَتَّصِلَ بِالطُّلُوعِ ، وَقِيلَ بَلْ يَجِبُ الْإِمْسَاكُ قَبْلَ الطُّلُوعِ . وَالْحُجَّةُ لِلْقَوْلِ الْأَوَّلِ مَا فِي كِتَابِ الْبُخَارِيِّ أَظُنُّهُ فِي بَعْضِ رِوَايَاتِهِ ، قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - : " وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لَا يُنَادِي حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ " . وَهُوَ نَصٌّ فِي مَوْضِعِ الْخِلَافِ أَوْ كَالنَّصِّ ، وَالْمُوَافِقُ لِظَاهِرِ قَوْلِهِ - تَعَالَى - : ( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا ) الْآيَةَ . وَمَنْ ذَهَبَ إِلَى أَنَّهُ يَجِبُ الْإِمْسَاكُ قَبْلَ الْفَجْرِ فَجَرْيًا عَلَى الِاحْتِيَاطِ وَسَدًّا لِلذَّرِيعَةِ ، وَهُوَ أَوْرَعُ الْقَوْلَيْنِ ، وَالْأَوَّلُ أَقْيَسُ - وَاللَّهُ أَعْلَمُ . بداية المجتهد ونهاية المقتصد - (ج 2 / ص 52)
Artinya: pendapat yang masyhur dari imam Malik dan mayoritas ulama, bahwa makan diperkenankan hingga terbitnya fajar. Ada ulama yang berpendapat “wajib hukumnya menahan diri untuk tidak makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sebelum terbitnya fajar”. Argumentasi pendapat pertama adalah hadits dalam kitab al-Bukhoriy dan saya menduga disebagian riwayatnya, bahwa Nabi saw bersabda: “makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzam, sebab dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fahar”. Hadits ini sebagai penjelas dalam kondisi terjadi perbedaan dan sesuai dengan tekstual firman Alloh: “makan dan minumlah”. Ulama yang berpendapat wajib menahan diri untuk tidak makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sebelum terbitnya fajar, didasarkan pada kehati-hatian dan menutup segala hal yang berpotensi dilarang oleh agama (makan pada waktu fajar), dan ini adalah pendapat yang paling hati-hati, sedang pendapat pertama lebih sesuai dengan dalil yang ada. Wallohu ‘alam.

Paparan Ibnu Rusyd ini mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa awal ibadah puasa adalah terbitnya fajar sebagaimana dinyatakan oleh mayoritas ulama ahli fiqh, walaupun harus diakui bahwa ada sebagaian ulama yang berpendapat bahwa seseorang diwajibkan untuk imsak, (menahan diri untuk tidak makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa) sebelum terbutnya fajar, hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian agar seseorang tidak terjerumus melakukan hal yang dilarang, yakni makan dan minum pada waktu yang dilarang.

Sekalipun awal puasa adalah terbitnya fajar, namun para ulama ahli fiqh memberikan anjuran agar seseorang berhenti makan dan minum (imsak) beberapa menit sebelum fajar. Disebutkan dalam al-Taqrirot al-Sadidah

تأخير السحور بحيث لايفحش التأخير ويمسك ندبا عن الاكل قبل الفجر بنحو خمسين اية "ربع الساعة". التقريرات السديدة فى المسائل المفيد (ص 44)
Artinya:  sunnah hukumnya mengakhirnya sahur selama tidak terlalu dekat dengan terbitnya fajar. Sunnah hukumnya untuk imsak (menahan diri) dari makan sebelum fajar seukuran membaca limapuluh ayat atau lima belas menit

Anjuran para ulama ahli fiqh untuk berhenti makan dan minum beberapa menit sebelum fajar ini didasarkan pada hadits shohih riwayat Bukhori

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ - رضى الله عنه - قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ . قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً صحيح البخارى - (ج 7 / ص 214)
Artinya: dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “kami sahur bersama Nabi saw, kemudian beliau melaksanakan sholat”. Sayapun (Anas) bertanya, “berapa waktu antara adzan dan sahur?’ dia menjawab “seukuran membaca limapuluh ayat”.

Berdasarkan hadit ini, ahli hadits Ibnu Hajar al-Asqollaniy memberikan keterangan

قَوْلُهُ : ( بَابٌ قَدْرُ كَمْ بَيْنَ السُّحُورِ وَصَلَاةِ الْفَجْرِ ) أَيْ اِنْتِهَاءِ السُّحُورِ وَابْتِدَاءِ الصَّلَاةِ ، لِأَنَّ الْمُرَادَ تَقْدِيرُ الزَّمَانِ الَّذِي تُرِكَ فِيهِ الْأَكْلُ ، وَالْمُرَادُ بِفِعْلِ الصَّلَاةِ أَوَّلُ الشُّرُوعِ فِيهَا قَالَهُ الزِّيَنُ بْنُ الْمُنَيِّرِ . فتح الباري لابن حجر - (ج 4 / ص 138)
Artinya:  ucapan imam Bukhari: (bab ukuran waktu antara sahur dan shalat fajar), yakni waktu antara berhentinya sahur dan memulai sholat subuh, karna yang dimaksud dalam bab ini adalah perkiraan waktu yang dianjurkan untuk berhenti makan. Maksud dari ‘melaksanakan sholat’ adalah awa melaksanakan sholat sebagaimana yang dinyatakan oleh Zain al-Munir.

Berdasarkan hadits Bukhori diatas, para ulama ahli fiqh menyatakan, seseorang diajurkan berhenti makan dan minum (imsak) dimana jarak dia berhenti makan dan minum dengan adzan shubuh seukuran membaca lima puluh ayat atau kurang lebih 15 menit sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosululloh sendiri dalam hadits Bukhori diatas.

Disamping itu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Rusyd diatas, ada sebagian ulama yang berpendapat, seseorang di wajibkan berhenti makan dan minum sebelum fajar tiba. Dalam kaidah fiqh disebutkan: “al-khuruj min al-khilaf mustahab”, menghindari perbedaan pendapat hukumnya sunnah. cara menghidari perbedaan dalam kasus diatas adalah dengan cara berhenti makan dan minum sebelum fajar tiba.

Dari paparan diatas dapat kita simpulkan, anggapan sementara orang –khususnya salafi-wahabi- yang mengira imsak adalah awal ibadah puasa perlu kiranya untuk diluruskan, imsak bukanlah awal ibadah puasa, imsak adalah sunnah yang diajarkan Nabi agar seseorang berhenti minum dan makan sahur sebelum fajar tiba. Dengan demikian,  tradisi ‘imsak’ pada bulan puasa yang sudah diamalkan masyarakat Indonesia sejak dahulu kala merupakan tradisi yang sesuai dengan anjuran dan tuntunan nabi Muhammad saw.


REFRENSI
Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Kairo: Dar al-Hadits
Al-Asqollaniy, Ibnu Hajar, Fath al-Bariy. Bairut: Dar al-Ma’rifah
Al-Bukhoriy, Abu Abdillah, Shohih al-Bukhoriy. CD. Maktabah Syamilah
Al-Kaff, Hasan bin Ahmad, al-Taqrirot al-Sadidah fi al-Masa’il al-Mufidah. Tarim: Dar al-Mirots al-Nabawiy
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "IMSAK BUKAN BID’AH? (Menjawab Tuduhan Salafi Wahabi)"

 
Copyright © 2015 Rihlatuna - All Rights Reserved
Editor By Hudas
Back To Top