Sholat dengan Membawa HP, Bolehkah?

Sholat dengan Membawa HP, Bolehkah?

Aspek tegnologi seiring dengan dominasi zaman telah membawa pada perubahan yang segnifikan. Tegnologi telah menunjukkan pada public bertapa canggihnya penuman-penemuan mutakhir dewasa ini. Implementasi dari realita tersebut menyisakan sekelumit problem dalam lingkup ibadah. Misalnya, dering HP yang tidak dimatikan menimbulkan gangguan para Jemaah lain yang sedang sholat.

Dering HP yang melengking mengandung potensi mengganggu atau bahkan menghilangkan konsentrasi (khusu’) seseorang. Konsentrasi (khusu’) pada saat beribadah merupakan poin terpenting, bahkan sebagian ulama salaf menjadikan aspek khusu’ sebagai poin principal yang masuk dalam rukun sholat. 

Salah seorang ulama Nusantra asal banten bernama Syaikh Nawawi al-Bantaniy dalam tafsir Marah Labidnya menyatakan:

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ (2) أي خاضعون للمعبود بالقلب ، غير ملتفتين بالخواطر إلى شيء سوى التعظيم ساكنون بالجوارح ، مطرقون ناظرون إلى مواضع سجودهم لا يلتفتون يمينا ولا شمالا ، ويرفعون أيديهم. والخشوع من فروض الصلاة عند الغزالي. والحضور عندنا ليس شرطا للإجزاء بل شرط للقبول كما قاله الرازي. مراح لبيد لكشف معنى القرآن مجييد - (ج 2 / ص 83)
Artinya: (Yakni, orang-orang yang khusu’ dalam melaksanakan sholat)’. Yaitu, tunduk terhadap Dzat yang disembah, fikirannya tidak berpaling pada apapun selain pengagungan, tenang anggota tubuhnya, tunduk dan melihat ketempat sujud, tidak menoleh kekanan maupun kekiri dan tidak pula menganggkat tangannya [bukan pada waktu yang disunnahkan untuk mengangkat tangan, pent]. Khusu’ merupakan bagian dari rukun sholat menurut imam al-Ghozali. Namun,  menurut kami khusu’ tidak menjadi syarat keabsahan sholat, melainkan syarat diterimanya sholat sebagaimana dinyatakan oleh imam al-Roziy  .(Maroh Labid li Kasyf Ma’na al-Qur’an al-Majid: II, 83)

Artikulasi terma khusu’ bukanlah sebuah wacana yang spele, ataupun dengan sholat yang tenang tanpa adanya gerakan sudah mengindikasikan khusus’. Ketenangan tubuh secara pasti bukanlah refleksi suara hati.

Dalam perpestif fiqh klasik disebutkan, diantara sekian unsur yang dapat menghilangkan khusu’ adalah perbuatan-perbuatan seperti menahan kentut, menahana buang air kecil dan besar. Perbuatan-perbuatan seperti ini pada akhirnya dihukumi makruh.

Dering HP juga berpotensi besar untuk mengabsurkan kekhusyu’an seseorang ketika bermunajad kepada Alloh swt. Hal ini melihat dampak yang ditmbulkan dering tersebut. Bahkan, dering HP bisa menghilangkan konsentrasi orang banyak sehingga hukum membawanya diklasifikasikan sebagai berikut:

(1) Jika musholli punya dugaan kuat atau diyakini bahwa HPnya akan bordering ketika sholat, sehingga dapat mengakibatkan tasywisy pada Jemaah lain atau dirinya sendiri, maka hukumnya ‘makruh’.

(2) Namun, jika dugaan akan menimbulkan  tasywisy tersebut sampai berlebihan atau lebih dari sekedar menghilangkan kekhusyu’an saja, maka pada orang lain atau diri sendiri, maka hukumnya ‘haram’.

Hal ini sebagainya dinyatakan oleh Syaih Mahfudz al-Tarmasiy sebagai berikut:


(ويحرم) على كل أحد (الجهر) في الصلاة وخارجها (إن شوش على غيره) من نحو مصل أو قارئ أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه وما ذكره من الحرمة ظاهر لكنه ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خف التشويش (قوله على ما إذا خف التشويش) أي وما ذكره المصنف من الحرمة على إذا اشتد وعبارة الإيعاب ينبغي حمل قول المجموع وإن آذى جاره على إيذاء خفيف لا يتسامح به به بخلاف جهر يعطله عن القراءة بالكلية انتهى . 
  الترمسى الجزء الثانى ص: 396-397

Artinya: (haram) bagi setiap orang (mengeraskan suara) baik didalam atau diluar sholat (apabila dapat menghilangkan kekhusu’an orang lain), baik pada orang yang sholat, membaca al-Qur’an atau orang yang sedang tidur, karna membahayakan. Yang menjadi acuan dalam hal ini adalah pernyataan orang-orang yang terganggu kekhusu’annya, sekalipun orangnya fasiq. Sebab, hanya dia yang tahu. Pernyataan haram oleh BaFadlol diatas sudah jelas. Namun, pernyataan ini dinafikan oleh pernyataan dalam kitab al-Majmu’ dan kitab-kitab lain yang secara jelas menyatakan ‘tidak haram’. Namun, bisa dikompromikan dengan mengarahkan maksud kitab al-Majmu’ dan kitab-kitab lainnya pada kondisi ‘sedikit menggangu’. (teks ‘sedikit menggangu’ ) sedangkan pernyataan haram oleh BaFadlol diatas berlaku jika ‘sangat mengganggu’. Dalam kitab al-‘Iab dinyatakan: sayogyanya pernyataan dalam kitab al-Majmu’ “sekalipun menyakiti tatangganya” diarahkan pada kondisi ‘sedikit mengganggu yang ditolelir’, lain halnya dengan mengeraskan suara yang sampai pada taraf menjadikan orang lain tidak bisa membaca sama sekali. (Hasyiyah al-Tarmasiy: II, 396-397).


Keterangan diatas memang tidak secara spesifik membicarakan ‘dering HP’, melainkan membahas hukum ‘mengeraskan suara’ secara umum yang dapat mengganggu kekhusu’an orang yang sholat. Karna, HP merupakan fenomena baru yang belum terjadi pada zaman para ulama pengarang kitab fiqh. Sehingga, untuk memperoleh penjelasan secara tekstual sangat sulit sekali.

Kendatipun demikian, keterangan diatas bisa juga diberlakukan untuk menjawab problematika ‘sholat membawa HP’. Sebab, mengeraskan suara maupun HP sama-sama meliki potensi ‘menggangu kekhusyu’an’. 

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Sholat dengan Membawa HP, Bolehkah?"

 
Copyright © 2015 Rihlatuna - All Rights Reserved
Editor By Hudas
Back To Top