MAULID, TRADISI SYIAH YANG DILESTARIKAN


Term ‘maulid’ secara etimolog memiliki arti waktu kelahiran, kemudian dispesifikkan menjadi waktu kelahiran nabi Muhammad saw. sedang secara terminolog, maulid diartikan sebagai: Perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasul SAW yang biasanya dilakukan pada bulan rabi’ul awal.


Kendatipun mengekspresikan kebahagiaan atas kelahiran nabi tidak dilarang dalam agama, namun umat muslim harus mengatahui sejarah dan pencetus perayaan maulid untuk pertama kalinya agar tidak terjebak pada pemahaman yang salah

Terjadi perbedaan pendapat dintara para pakar sejarah maupun para ulama mengenai sipakah orang yang pertama kali melaksanakan maulid nabi. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga nama yang dimunculkan sebagai tokoh yang memproklamasikan perayaan maulid nabi Muhammad saw untuk pertama kali

1. Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549-630H)

Tokoh yang digadang-gadang sebagai orang yang pertama kali melaksanakan maulid adalah seorang raja Irbil bernama Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin. Hal ini dinyatakan oleh imam Suyuthiy dalam al-Hawi Lilfatawa (Husnu al-Maqshid fi ‘Ama al-Maulid) sebagai berikut:

وأول من أحدث فعل ذلك صاحب اربل الملك المظفر أبو سعيد كوكبرى بن زين الدين علي بن بكتكين أحد الملوك الأمجاد والكبراء الأجواد وكان له آثار حسنة وهو الذي عمر الجامع المظفري بسفح قاسيون. الحاوي للفتاوي للسيوطي - (ج 1 / ص 222)

Artinya: Orang yang pertama kali memperbarui pelaksanaan maulid adalah penguasa Irbil,  Raja al Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Biktikin (549-630 H), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia. Ia memiliki riwayat hidup yang baik. Dan dia telah memakmurkan masjid Jami' al Mudzaffari di Safah Qasiyun. (al-Hawi li al-Fatawa: I, 222)

Terkait biografi tokoh ini, ahli sejarah Ibnu Katsir dalam Bidayah wa al-Nihayahnya menyatakan:

وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الاول ويحتفل به احتفالا هائلا، وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه. البداية والنهاية - (ج 13 / ص 159)

Artinya: Malik al Mudzaffar merayakan maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal dan melakukan perayaan yang besar. Dia adalah cerdas hatinya, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya. (al-Bidaya wa al-Nihayah: XIII, 159)

Lebih lanjut lagi, Ahli sejarah imam al-Dzahabiy memberikan informasi tambahan:

وكان محبا للصدقة، له كل يوم قناطير خبز يفرقها، ويكسو في العام خلقا ويعطيهم دينارا ودينارين، وبنى أربع خوانك للزمني، والاضراء، وكان يأتيهم كل اثنين وخميس ويسأل كل واحد عن حاله ويتفقده ويباسطه ويمزح معه. وبنى دارا للنساء، ودارا للايتام، ودارا للقطاء، ورتب بها المراضع. وكان يدور على مرضى البيمارستان، وله دار مضيف ينزلها كل وارد، ويعطى كل ما ينبغي له. وبنى مدرسة للشافعية والحنفية وكان يمد بها السماط، ويحضر السماع كثيرا، لم يكن له لذة في شئ غيره. وكان يمنع من دخول منكر بلده، وبنى للصوفية رباطين، وكان ينزل إليهم لاجل السماعات. وكان في السنة يفتك أسرى بجملة ويخرج سبيلا للحج، ويبعث للمجاورين بخمسة آلاف دينار، وأجرى الماء إلى عرفات . … وكان متواضعا، خيرا، سنيا، يحب الفقهاء والمحدثين. سير أعلام النبلاء - (ج 22 / ص 335)

Artinya: beliau adalah orang yang gemar bersedekah, setiap hari beliau membagi-bagikan banyak roti, setiap tahun beliau memberikan pakaian dan uang sejumlah satu dinar atau dua dinar kepada banyak orang. Beliau membuatkan empat gedung untuk orang-orang yang cacat (atau terkena musibah) dan orang-orang buta. Setiap hari senin dan kami beliau slalu mengunjungi mereka seraya menanyakan keadaan, menghilangkan kesedihannya, menghibur dan berguran bersama mereka. Beliau juga membangun gedung untuk para perempuan, anak yatim dan merpati, serta menyiapkan wanita untuk menyusui [anak yatim yang masih kecil]. Beliau slalu mendatangi melihat kondisi orang-orang yang terkena gangguan jiwa. Beliau juga memiliki rumah untuk para tamu yang dapat digunakan oleh setiap orang yang datang serta memberi apa yang layak bagi mereka. [selain itu], beliau juga membangun sekolah untuk para pelajar madzhab Syafi’i dan Hanafiy dan memberi mereka hidangan [secara gratis] dan sering kali beliau ikut mendengarkan pengajian, tidak ada yang lebih nikmat selain hal itu bagi beliau. Beliau melarang kemunkaran masuk kedaerah kekuasaannya. Beliau [juga] membangun pondok untuk para sufí dan seringkali beliau datang kesana untuk mendengarkan pengajian [para ulama sufí]. Dalam satu tahun beliau membebaskan banyak tahanan serta memudahkan sarana dan prasarana guna pelaksanaan ibadah haji [bagi rakyatnya], memberi lima ribu dinar bagi rakyak yang tinggal didekat mekkah dan mengalirkan air ke erufat…. Beliau adalah raja yang rendak hari, baik, sunniy serta senang terhadap ulama ahli fiqh dan ahli hadits. (Siyar al-Alam al-Nubala’: XXII, 335)


2. Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulla (…. – 570H)

Abu Syamah memiliki pandangan berbeda dengan apa yang disampaikan oleh imam Suyuthiy diatas. Dalam kitab al-Ba’its ‘ala Inkar al-Vida’ wa al-Hawadits yang secara khusus membahas masalah bid’ah, Abu Syamah memberikan klarifikasi bahwa orang yang pertama kali melaksanakan maulid nabi adalah Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulla, bukan Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin sebagaimana disangkakan al-Suyuthiy. Abu Sa’id maupun tokoh-tokoh lainnnya hanya meniru apa yang dilakukan oleh Syaikh Umar yang marayakan hari kelahiran nabi Muhammad untuk pertama kalinya didaerah Maushil.

Hal ini ditegaskan oleh Abu Syamah sebagai berikut:

وكان أول من فعل ذلك بالموصل الشيخ عمر بن محمد الملا أحد الصالحين المشهورين وبه اقتدى في ذلك صاحب أربل وغيره رحمهم الله تعالى .الباعث على إنكار البدع - (ص 24)

Artinya: orang yang pertama kali merayakan maulid nabi didaerah Maushil adalah Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulla, salah seorang sholih yang terkenal. Apa yang telah dilakukan beliau kemudian diikuti oleh penguasa Irbil dan tokoh-tokoh lainnya. Semoga Alloh merahmati mereka. (al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits: 24)

Tokoh yang bernama lengkap Umar bin Muhammad bin Khodir al-Irbiliy al-Maushiliy  digambarkan oleh al-Zirikliy dalam al-A’lam sebagai sosok yang sholih, zuhud, dan memiliki pengetahuan mendalam dalam masalah agama (sholihan zahidan ‘aliman).
Dengan adanya data yang disampaikan Abu Syamah diatas, maka secara tidak langsung mematahkan spekulasi imam Suyuthi yang berpendapat bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid nabi adalah Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin.

3. Dinasti Fatimiy (259-524H)

Sejarawan terkemuka bernama al-Maqriziy dalam kitabnya yang berjudul al-Mawaidz wa al-I’tibar bi Dzikri al-Khutothiy wa al-Atsar memaparkan data sejarah mengenai tradisi tahunan dinasti Fatimi. Dalam catatan al-Maqriziy, setidak ada 28 seremonial tahuan yang menjadi tradisi para penguasa dinasti Fatimiy. salah satu dintaranya adalah perayaan hari kelahiran nabi (maulid al-Nabi). 

Hal ini sebagaimana tertuang dalam al-Mawaidz wa al-I’tibar bi Dzikri al-Khuthoth wa al-Atsar

وكان للخلفاء الفاطميين في طول السنة: أعياد ومواسم، وهي: موسم رأس السنة، وموسم أوّل العام، ويوم عاشوراء، ومولد النبيّ صلّى الله عليه وسلّم، ومولد عليّ بن أبي طالب رضي الله عنه، ومولد الحسن، ومولد الحسين عليهما السلام، ومولد فاطمة الزهراء عليها السلام، ومولد الخليفة الحاضر، وليلة أوّل رجب، وليلة نصفه، وليلة أوّل شعبان، وليلة نصفه، وموسم ليلة رمضان، وغرّة رمضان، وسماط رمضان، وليلة الختم، وموسم عيد الفطر، وموسم عيد النحر، وعيد الغدير، وكسوة الشتاء، وكسوة الصيف، وموسم فتح الخليج، ويوم النوروز، ويوم الغطاس، ويوم الميلاد، وخميس العدس، وأيام الركوبات. المواعظ والاعتبار بذكر الخطط والآثار (ج : 2 \ ص 437)

Artinya: para penguasa dinasti Fatimi memiliki acara dan perayaan yang biasa dilakukan setiap tahun. Yakni perayaan akhir tahun, perayaan awal tahun, hari asyuro (tanggal 10 bulan Muharrom), maulid nabi (kelahiran Nabi), kelahiran Ali bin Abi Tholib, kelahiran Hasan AS, kelahiran Husain AS, kelahiran Fatiman RA, kelahiran khilolifah al-Hadir, malam awal bulan Rajab, malam pertengahan bulan Rajab, malam awal Sya’ban, malam pertengah bulan Sya’ban, perayaan malam Romadlon, perayaan pertengahan bulan Romadlon, hidangan bulan Romadlon, malam khotam al-Qur’an [pada bulan Romadlon], perayaan hari raya idul fitri, perayaan hari raya idul adha, Idul Ghodir, perayaan pakaian musim panas, perayaan pakaian musim dingin, penaklukkan negri Kholij, perayaan hari Nairuz (tahun baru Masehi), hari penampakan tuhan, hari kelahiran nabi Isa, hari memasak adas pada hari kamis dan perayaan menunggang kendaraan. (al-Mawaidz wa al-I’tibar bi Dzikri al-Khuthoth wa al-Atsar: II, 437) 


Perayaan maulid nabi Muhammad (hari kelahiran nabi) oleh para penguasa dan masyarakat Dinasti Fatimi tidaklah mengherankan, sebab pendiri maupun para pemimpinnya merupakan para Habaib yang merupakan keturunan Rosululloh, bukan orang yang beragama yahudi sebagaimana diasumsikan oleh sementara orang. Al-Maqriziy sendiri sebelum membahas masalah tradisi dan perayaan tahunan Dinasti Fatimi, beliau menjelaskan dengan detail mengenai nasab pendiri Dinasti Fatimi, beliau membantah pandangan sementara orang yang menuduh pendiri dinasti Fatimi adalah seseorang yang beragama Yahudi. Pandangan ini oleh al-Maqriziy dinilai sebuah desas desus belaka yang tidak terbukti kebenarannya.

Sekedar untuk diketahui. ideologi politik Dinasti Fatimi cenderung pada sekte Syi’ah. Oleh karna itu, para penguasa maupun masyarakatnya memiliki perayaan tahunan berupa peringatakan hari kelahiran Ahlul Bait, seperti kelahiran Sayyidina Ali, Sayyidina Husain, Sayyidina Hasan dan Sayyidah Fatimah. Hal ini tidak lain karna Dinasti Fatimi berfaham Syiah.

Al-Maqriziy tidak hanya menampilkan data mengenai perayaan maulid, beliau juga mengungkapkan bagaimana acara maulid Nabi dilaksanakan oleh Dinasti Fatimi:

فلما كانت أيام الظاهر برقوق عمل المولد النبويّ بهذا الحوض في أوّل ليلة جمعة من شهر ربيع الأوّل في كلّ عام، فإذا كان وقت ذلك ضربت خيمة عظيمة بهذا الحوض، وجلس السلطان وعن يمينه شيخ الإسلام سراج الدين عمر بن رسلان بن نصر البلقينيّ، ويليه الشيخ المعتقد إبراهيم برهان الدين بن محمد بن بهادر بن أحمد بن رفاعة المغربيّ، ويليه ولد شيخ الإسلام، ومن دونه وعن يسار السلطان الشيخ أبو عبد الله محمد بن سلامة التوزريّ المغربيّ، ويليه قضاة القضاة الأربعة، وشيوخ العلم، ويجلس الأمراء على بعد من السلطان. المواعظ والاعتبار بذكر الخطط والآثار (ج : 3 \ ص 400)

Artinya: pada saat al-Dzhohir Barquq berkuasa, dia merayakan maulid nabi dengan cara ini pada malam jum’at pertama bulan Ribiul Awal pada setiap tahunnya. Pada waktu ini, dia membuat tenda besar. Penguasa [dianasti Fatimi pada saat acara maulid nabi] duduk.  Disamping kanan, [ditempati] Syaikhul Islam Sirajuddin Umar bin Ruslan bin Nashr al-Bulqiniy, lalu Syaikh al-Mu’taqid Ibrohim Burhanuddin bin Muhammad bin Bahadir bin Ahmad bin Rifa’ah al-Maghribiy kemudia anak Syaikhul Islam dan seterusnya. Sedangkan disamping kiri [ditempati] Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Salamah al-Thuziriy al-Maghribiy, kemudian para pemimpin qodli dari madzhab empat dan para orang-orang yang berilmu (syuyukh al-ilmi). Adapun para pejabat, duduknya berjauhan dengan sultan (penguasa). (al-Mawaidz wa al-I’tibar bi Dzikri al-Khuthoth wa al-Atsar: III, 400)

Pada saat perayaan maulid digelar, yang menghadiri bukan hanya para pejabat maupun masyarakat semata, namun juga dihadiri oleh para ulama besar dari berbagai madzhab sebagaimana bisa kita saksikan diatas. Dan tidak seorangpun dari ulama tersebut yang mengingkarinya. Andaikan perayaan maulid nabi itu dilarang dalam agama, maka sudah tentu para ulama tidak akan menghadiri lebih-lebih ikut merayakan acara maulid nabi tersebut. Sebab, memenuhi undangan, menyaksikan, berkumpul ditempat maksiat haram hukumnya.

Untuk mengetahui manakah yang paling tepat untuk dikatakan sebagai pencetus tradisi maulid dari ketiga tokoh diatas, maka satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah melihat priode dari ketiga tokoh, dengan memperhitungkan tahun berapa mereka lahir dan meninggal.

Menurut asumsi imam Suyuthiy, orang yang pertama kali melaksanakan maulid adalah Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin. Abu Sa’id sendiri adalah seorang raja Irbil yang hidup pada 549-630H. Asumsi imam al-Suyuthiy diatas dibantah oleh Abu Syamah. Sebab, sebelum Abu Sa’id merayakan maulid, ternyata Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulla yang wafat pada tahun 570H telah lebih dahulu melaksanaannya. Klaim kedua tokoh diatas sebagai orang yang pertama kali merayakan maulid terbantahkan dengan catatan sejarah al-Maqriziy. Dalam kitabnya yang berjudul al-Mawaidz wa al-I’tibar bi Dzikri al-Khutothiy wa al-Atsar beliau menacatat bahwa jauh-jauh hari sebelum kedua tokoh diatas dilahirkan, ternyata dinasti Fatimi  yang berkuasa dari tahun 259 sampai 524H telah lebih dahulu merayakan.


Dengan adanya data yang disampaikan oleh al-Maqrizi diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid adalah para penguasa Dinasti Fatimi, bukan Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549-630H) sebagaimana yang dinyatakan oleh imam Jalaluddin al-Suyuthiy, dan bukan pula Syaikh Umar bin Muhammad al-Mulla (…. – 570H)


Kesimpulan para penguasa Dinasti Fatimi sebagai orang yang pertama kali merayakan maulid nabi diperkuat dengan pandangan Mufti Mesir Syaikh Atiyah Saqr beliau sebagai berikut:

لا يعرف المؤرخون أن أحدا قبل الفاطميين احتفل بذكرى المولد النبوى -كما قال الأستاذ حسن السندوبى - فكانوا يحتفلون بالذكرى فى مصر احتفالا عظيما ويكثرون من عمل الحلوى وتوزيعها كما قال القلقشندى فى كتابه " صبح الأعشى" . وكان الفاطميون يحتفلون بعدة موالد لآل البيت ، كما احتفلوا بعيد الميلاد المسيحى كما قال المقريزى ، ثم توقف الاحتفال بالمولد النبوى سنة 488 هـ وكذلك الموالد كلها ، لأن الخليفة المستعلى بالله استوزر الأفضل شاهنشاه بن أمير الجيوش بدر الجمالى ، وكان رجلا قويا لا يعارض أهل السنة كما قال ابن الأثير فى كتابه " الكامل "ج 8 ص 302 واستمر الأمر كذلك حتى ولى الوزارة المأمون البطائحى ، فأصدر مرسوما بإطلاق الصدقات فى 13 من ربيع الأول سنة 517 هـ وتولى توزيعها " سناء الملك " . فتاوى الأزهر - (ج 8 / ص 255)

Artinya: para sejarawan tidak pernah mendeteksi bahwa ada seorangpun yang merayakan hari kelahiran nabi sebelum dinasti Fatimiiy, sebagaimana dinyatakan oleh Ustad Hasan al-Sandubiy. Para penguasa dinasti Fatimi merayakan hari kelahiran nabi di Mesir dengan megahnya, mereka membuat banyak manisan dan membagi-bagikannya, sebagaimana dinyatakan oleh Qolqosandiy dalam kitab “Subhu al-A’sya”. Para penguasa dinasti Fatimi merayakan beberapa kelahiran keluarga nabi, sebagaimana mereka merayakan kelahiran nabi Isa, hal ini dinyatakan oleh al-Maqriziy. Kemudian, hari kelahiran Nabi berhenti untuk dirayakan pada tahun 488 H. Begitu pula perayaan hari-hari kelahiran yang lain, sebab Kholifah al-Musta’la Billah mengangkat mentri al-Afdlol Syahnasyah bin Amir al-Juyusy Badr al-Jamaliy, beliau adalah seorang laki-laki yang kuat dan tidak bertentangan dengan Ahlus Sunnah, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Atsir dalam al-Kamil: VIII, 302. Hal itu tetap berlangsung sampai al-Ma’mun al-Batho’ihiy diangkat sebagai mentri. [setelah diangkat menjadi mentri] beliau membuat kebijakan dengan memberikan sedekah pada tanggal 13 robi’ul awwal tahun 517. Sedangkan yang bertugas membagikannya adalah Sina’ al-Malik. (Fatawa al-Azhar: VIII, 255)

Tidak hanya memaparkan sejarah awal mula maulid, Syaikh Athiyah al-Shoqr juga menjelaskan bagaimana proses perayaan maulid dilakukan oleh Mudzoffar Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549-630H).

ولما جاءت الدولة الأيوبية أبطلت كل ما كان من آثار الفاطميين ، ولكن الأسر كانت تقيم حفلات خاصة بمناسبة المولد النبوى، ثم صارت ، رسمية فى مفتتح القرن السابع فى مدينة " إربل " على يد أميرها مظفر الدين أبى سعيد كوكبرى بن زين الدين على بن تبكتكين ، وهو سنِّى اهتم بالمولد فتاوى الأزهر - (ج 8 / ص 255)

Artinya: pada saat dinasti Ayyubiyyah berkuasa, mereka menghilangkan tradisi yang bernuasa dinasti Fatimi, namun para tahanan melakukan perayaan secara khusus dalam rangka maulid Nabi, perayaan maulid Nabi kemudian diresmikan pada awal abad ke tujuh dikota ‘Irbil’ oleh penguasanya yang bernama Mudzoffaruddin Abu Sa’id Kukburiy ibn Zainuddin Ali bin Baktakin. Beliau adalah seorang yang berfaham sunniy yang sangat memperhatikan maulid Nabi. (Fatawa al-Azhar: VIII, 255)

Penjelasan mengenai sejarah awal mula perayaan maulid nabi diatas, tentu tidak ada sangkut pautnya dengan hukum merayakannya. Paparan diatas hanya sebatas penjelasan mengenai tokoh yang pertama kali mencetuskan perayaan maulid Nabi.

Untuk mengetahui hukum merayakan maulid, kita tidak bisa hanya mengacu pada data sejarah mengenai awal mula mulid dilaksanakan, namun diharuskan pula meneliti dan mengkaji berbagai hadits dan ayat al-Qur’an, karna keduanya merupakan acuan utama apakah perayaan maulid boleh atau tidak dalam pandangan agama.

Hukum merayakan maulid telah dijalaskan oleh para ulama sejak dahulu. bisa dilihat disini

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "MAULID, TRADISI SYIAH YANG DILESTARIKAN"

 
Copyright © 2015 Rihlatuna - All Rights Reserved
Editor By Hudas
Back To Top