HUKUM MAULID NABI


Perayaan maulid nabi oleh umat muslim diseluruh dunia merupakan bentuk ekspresi bahagia dan rasa syukur atas kelahiran nabi Muhammad Saw. Mengekspresikan rasa bahagia atas kelahiran Nabi diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam agama islam sebagaimana difirmankan oleh Alloh swt.


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58)
Artinya: Katakanlah: “dengan karunia Alloh dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. (QS. Yunus: 58)

Terkait ayat diatas, imam Ibnu Abbas memberikan penafsiran:

وأخرج أبو الشيخ عن ابن عباس رضي الله عنهما في الآية قال : فضل الله العلم ، ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم ، قال الله تعالى { وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين } [ الأنبياء : 107 ] . الدر المنثور - (ج 5 / ص 243)
Artinya: Abu Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai ayat diatas, beliau berkata: karunia Alloh adalah ilmu, sedangkan rahmatNya adalah Muhammad saw. Alloh berfirman, “tidaklah kami utus engkau Muhammmad, kecuali sebagai rahmat pada alam semesta (QS. Al-Anbiya’: 107). (Al-Dur al-Mantsur: V, 243)

Selain ayat diatas, dalam sebuah hadits shohih riwayat Bukhori dijelaskan, Abu Lahab memiliki budak perempuan bernama Tsuwaibah. Pada saat mendengar nabi Muhammad lahir, Abu Lahab memerdekakan budak perempuan tersebut sebagai ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi. Karna bahagia akan kelahiran Nabi, Abu Lahab yang sudah nash dalam al-Qur’an masuk neraka, mendapatkan keringan hukuman setiap hari senin.

قَالَ عُرْوَةُ وَثُوَيْبَةُ مَوْلاَةٌ لأَبِى لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتِ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّى سُقِيتُ فِى هَذِهِ بِعَتَاقَتِى ثُوَيْبَة. صحيح البخارى - (ج 17 / ص 143)

Artinya: Urwah berkata: Tsuwaibah adalah budak perempuan Abu Lahab, dia memerdekakannya lalu menyusui Nabi saw. Pada saat Abu Lahab meninggal dunia, salah seorang keluarganya bermimpi melihat dia dalam keadaan yang sangat buruk. Keluarga tersebut bertanya kepada Abu Lahab, “apa yang engkau temui [setelah engkau mati]?”. Abu Lahab menjawab: “aku tidak menemukan kebaikan, hanya saja aku diberi minum pada hari ini karna aku memerdekakan Tsuwaibah”. (HR. Bukhori)

Abu Lahab yang dinyatakan tegas dalam al-Qur’an akan masuk neraka, mendapatkan keringanan hukuman dari Alloh karna memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah sebagai ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi. Andaikan mengekspresikan kebahagiaan atas kelahiran Nabi dilarang dalam agama, tentulah Alloh akan memberikan tambahan siksaan kepadanya. Namun kenyataan berkata lain, Alloh justru memberikan keringanan hukuman baginya, yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa mengekspresikan kebahagiaan atas kelahiran Nabi diperbolehkan dalam agama bahkan memiliki nilai pahala.

Atas dasar hadits pula, ahli hadits Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin al-Dimasyqiy berkata:

إذا كان هذا كافر جاء ذمه  ۞  وتبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى أنه في يوم الاثنين دائما  ۞  يخفف عنه بالسرور بأحمدا
فما الظن بالعبد الذي كان عمره  ۞  بأحمد مسرورا ومات موحدا
Artinya: Jika orang kafir [Abu Lahab] tercela dan dimasukkan dalam neraka jehanam kekal selamanya mendapat keringanan hukuman setiap hari senin karna bahagia atas kelahiran Nabi sebagai dijelaskan dalam hadits. Lalu bagaimana dengan orang yang sepanjang hayat bahagia atas kelahiran nabi Muhammad dan ia mati dalam keadaan bertauhid (mengesakan Alloh)? (Subul al-Huda wa al-Rosyad: 367)   
Selain sebagai bentuk ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi, merayakan maulid juga mengandung unsur memulyakan hari kelahiran Nabi. Memulyakan hari kelahiran nabi Muhammad diperbolehkan oleh para ulama, dan dinilai sebagai amalan yang bernilai pahala. Hal ini dinyatakan sendiri oleh imam Ibnu Taymiyyah sebagai berikut:

فتعظيم المولد، واتخاذه موسماً، قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده.اقتضاء الصراط المستقيم - (ج 1 / ص 294)
Artinya: memulyakan hari kelahiran Nabi dan menjadikannya sebabagai acara tahunan telah dilakukan oleh sebagaian orang. Orang yang melakukannya akan mendapat pahala karna niatnya yang baik. (Iqtida al-Sirhot al-Mustaqim: 294)

Imam Ibnu Taymiyyah yang terkenal sangat protektif terhadap bid’ah memperbolehan umat musim merayakan maulid Nabi sebagai bentuk memulyakan hari kelahirannya. Beliau tidak membid’ahkan, mengharamkam apalagi mengkafirkan orang-orang yang melaksanakan Maulid. Justry beliau menilainya sebagai amalan berpahala.

Bukan hanya Ibnu Taymiyyah, Abu Syamah dalam kitab al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits yang secara khusus membahas masalah bid’ah juga mengeluarkan pandangan serupa.

ومن أحسن ما ابتدع في زماننا من هذا القبيل ما كان يفعل بمدينة اربل جبرها الله تعالى كل عام في اليوم الموافق ليوم مولد النبي صلى الله عليه و سلم من الصدقات والمعروف واظهار الزينة والسرور فان ذلك مع ما فيه من الاحسان الى الفقراء مشعر بمحبة النبي صلى الله عليه و سلم وتعظيمه وجلالته في قلب فاعله وشكرا لله تعالى على ما من به من ايجاد رسوله الذي أرسله رحمة للعالمين صلى الله عليه و سلم وعلى جميع المرسلين. الباعث على إنكار البدع - (ج 1 / ص 23)

Artinya: Diantara bid’ah terbaik di masa kami adalah adalah perayaan hari kelahiran Nabi yang dilakukan setiap tahun dikota Irbil seperti sedekah, berbuat baik dan menampakkan kesenangan. Disamping mengandung kebaikan kepada orang-orang fakir, juga menunjukkan kecintaan, pengagungan, keagungan nabi Muhammad dalam hati pelakunya. [acara tersebut juga sebagai rasa] syukur kepada Allah atas diutusnya Nabi untuk seluruh alam dan para utusan”  (al-Baits ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits: 23)

Dengan demikian, merayakan maulid Nabi disamping sebagai ekspresi kebahagiaan atas kelahirannya, juga sebagai bentuk pengagungan terhadap beliau. Merayakan hari kelahiran Nabi bukanlah hal yang dilarang dan diharamkan dalam agama. justru yang demikian ini merupakan amal baik yang bernilai pahala.

Untuk melengkapi tulisan ini, akan kami kutipkan penjelasan para ulama mengenai hukum merayakan maulid Nabi.

1. Syaikhu al Islam Al Hafidz Ibnu Hajar:

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدِ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً، وَإِلاَّ فَلاَ. (الحاوي للفتاوي للسيوطي - ج 1 / ص 272)

Artinya: "pada dasarnya, merayakan Maulid adalah bid'ah yang tidak diriwayatkan dari ulama salaf as shalih dari tiga generasi (sahabat, tabi'in, dan atba' at tabi'in). Akan tetapi Maulid tersebut mengandung kebaikan-kebaikan dan sebaliknya. Maka barangsiapa yang berusaha meraih kebaikan dalam Maulid dan menjauhi yang buruk, maka termasuk bid'ah yang baik. Jika tidak, maka disebut bid'ah yang buruk" (al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727)

2. Al-Hafidz as-Sakhawi

قَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ الْخَيْرِ السَّخَاوِي - رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى - فِي فَتَاوِيْهِ: عَمَلُ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِي الْقُرُوْنِ الثَّلَاثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَاَ حَدَثَ بَعْدُ، ثُمَّ لَا زَالَ أَهْلُ اْلإِسْلَامِ فِي سَائِرِ اْلأَقْطَارِ وَالْمُدُنِ الْكِبَارِ يَحْتَفِلُوْنَ فِي شَهْرِ مَوْلِدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَمَلِ الْوَلَائِمِ الْبَدِيْعَةِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى اْلأُمُوْرِ الْبَهْجَةِ الرَّفِيْعَةِ وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِي لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ وَيَزِيْدُوْنَ فِي الْمَبَرَّاتِ وَيَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ وَيَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ رَكَاتِهِ كُلَّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ. (سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد - 1 / 362) 

Artinya: Al-Hafidz as-Sakhawi berkata dalam Fatwanya: Amaliyah Maulid tidal diriwayatkan dari seorang ulama Salaf dalam 3 kurun yang utama. Amaliyah ini dilakukan sesudahnya, kemudian umat Islam di seluruh penjuru dan kota besar selalu merayakannya di bulan kelahiran Nabi Saw, dengan perayaan yang indah dan agung, mereka bersedekah di malam harinya, menampakkan rasa suka cita, menambah belanjanya, dan membaca kelahiran Nabi Saw. Dan tampak kepada mereka berkahnya-Nabi dengan merata (Subul al-Huda wa ar-Rasyad 1/362)

3. Al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi

الْجَوَابُ-عِنْدِي أَنْ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ وَرِوَايَةُ اْلأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ اْلآيَاتِ ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارُ الْفَرَحِ وَاْلاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ (الحاوي للفتاوي للسيوطي - ج 1 / ص 272)

Artinya: Jawab: Menurut saya, bahwa subtansi dari maulid yang berupa berkumpulnya banyak orang, membaca al Quran, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad mulai beliau diutus menjadi Rasul dan hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian, dilanjutkan dengan suguhan hidangan untuk makan bersama kemudian selesai tanpa ada tambahan lagi, maka hal ini tergolong bidah yang baik, yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan derajat Nabi Muhammad Saw, menampakkan rasa senang dan kebahagiaan dengan kelahirannya yang mulia (al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727) 

Dengan mengacu pada penjelasan para ulama ditas, maka dapat dapat disimpulkan ‘merayakan maulid sebagai ekspresi kebahagiaan dan mengagungkan hari kelahiran Nabi hukumnya diperbolekan dalam agama islam. Bahkan merupakan amalan yang bernilai pahala’. Tidak dibenarkan jika seseorang menyalahkan, mengharamkam, mengkafirkan orang lain yang melaksanakan maulid. karna, selain diperbolehkan oleh para ulama untuk dilakukan, ternyata maulid memiliki dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.



Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "HUKUM MAULID NABI"

 
Copyright © 2015 Rihlatuna - All Rights Reserved
Editor By Hudas
Back To Top